Bisnis kedai kopi yang termasuk dalam sektor Food & Beverages (FnB) sedang menjamur di beberapa kota besar di Indonesia. Terlebih, ketika di masa pandemi Covid-19, usaha kedai kopi bisa membantu menciptakan pekerjaan seperti yang dilakukan oleh kedai kopi bernama Kopi Tuli.
Ya, kata ‘tuli’ yang ada nama kedai kopi tersebut merujuk pada tunarungu. Pendiri kedai Kopi Tuli adalah para teman-teman tuli yang terdiri dari Putri Sampaghita Trisnawinny Santoso, Mohammad Andhika Prakoso dan Tri Erwinsyah Putra.
Tidak hanya para pendirinya yang merupakan teman tuli. Putri, Dhika dan Erwin juga mempekerjakan barista yang tunarungu. Jadi, untuk memesan kopi di Kopi Tuli pengunjung harus berinteraksi dengan para staf yang semuanya tuli.
Namun kedai Kopi Tuli membubuhkan bahasa isyarat di setiap menu yang bisa diikuti pengunjung serta para barista yang sudah terbiasa membaca gerak bibir lawan bicara dan bisa menanggapi secara lisan.
Selain itu, Kopi Tuli juga mengadakan kegiatan belajar bahasa isyarat. Tujuan dari pengajaran bahasa isyarat ini adalah pengunjung bisa saling bercengkrama, baik itu dengan pegawai yang ada di Kopi Tuli dan juga dengan sesama pengunjung Kopi Tuli.
“Di sini, pengunjung lainnya juga dapat belajar Bahasa Isyarat. Bisa dimulai dari petunjuk abjad Bahasa Isyarat yang tertera di kemasan Koptul. Setiap hari Sabtu, di Koptul ramai dengan teman-teman tuli. Berinteraksi pakai Bahasa Isyarat,” kata Putri, melansir dari Gordi.id.
Varian kopi dan minuman yang ada di Kopi Tuli juga memiliki nama yang unik diantaranya Kosu Koso, Daun Susu, Marmer Hitam, atau Kopi Awan. Nama-nama ini sengaja dirancang demi mendorong pengunjung berinteraksi dengan teman tuli tentang mengapa nama-nama menu dinamakan seperti itu. Kopi Tuli juga tidak menyediakan wi-fi agar pengunjung dan teman-teman tuli yang ada di kedai kopi bisa saling berinteraksi.
Kisah Inspiratif di Balik Berdirinya Kopi Tuli
Kedai Kopi Tuli awalnya didirikan di Krukut, Depok. Lalu kedai kopi ini juga membuka cabang di kawasan Duren Tiga.
Berdirinya Kopi Tuli diawali rasa kecewa para pemilik Kopi Tuli yaitu Putri, Dhika dan Erwin dikarenakan banyak perusahaan menolak difabel bekerja. Percaya bahwa teman tuli juga bisa memiliki potensi yang sama untuk bisa bekerja seperti masyarakat lainnya, Putri dan kedua temannya mendirikan Kopi Tuli pada 12 Mei 2018.
Meski membuka usaha kedai kopi, awalnya Putri dan kedua sahabatnya tidak menyukai kopi. Tapi dengan semangat dan tekad untuk membantu memberdayakan teman-teman tuli di sektor pekerjaan, ketiganya pun langsung belajar kursus barista yang dijalani selama tiga hari.
Sembari membuka usaha kopi, ketiga pendiri Kopi Tuli juga secara tidak langsung belajar ilmu ekonomi dan akhirnya bisa membantu teman-teman tuli agar mendapatkan kehidupan ekonomi yang setara dengan yang lainnya.
“Cita-cita saya itu ingin merasakan sukses bersama dengan teman-teman tuli. Dan aku ingin lihat teman-teman tuli bisa mandiri secara mandiri. Ke depannya, selain kopi saya juga ingin teman-teman tuli bisa membuat kue,” kata Putri sekaligus pendiri Yayasan Sampaghita Foundation tersebut.
Kini tak hanya membantu pemberdayaan teman-teman tuli lewat usaha kedai Kopi Tuli, Putri juga berencana untuk mencari partner yang bisa membantu teman-teman tuli belajar di bidang tata boga. Dengan semangat yang ditunjukkan para pendiri Kopi Tuli, membuktikan bahwa memiliki disabilitas bukanlah sesuatu kekurangan. Para teman tuli bisa membuktikan bahwa mereka mempunyai potensi diri setara dengan yang lainnya.
Selain itu kedai Kopi Tuli juga menciptakan akses bagi teman tuli untuk dapat mandiri secara ekonomi sekaligus juga menjembatani teman-teman tuli berinteraksi di lingkungan yang ramah disabilitas.