Di tengah semangat hilirisasi nikel di industri logam Indonesia, ada kabar bahwa 5 negara bakal bangun pabrik untuk merakit hasil olahan nikel Indonesia yaitu pabrik baterai kendaraan listrik (EV). Pembangunan pabrik baterai EV dapat diartikan bentuk investasi dari negara luar untuk industri nikel dalam negeri.
Saat heboh bahwa RI digugat WTO soal larangan ekspor nikel, Jokowi menyatakan secara terbuka bahwa nikel Indonesia masih bisa dibeli negara lain, namun dengan catatan membawa pabrik hingga teknologinya ke Indonesia dan mengolahnya di dalam negeri. Barulah hasil olahan nikel setengah jadi atau sepenuhnya jadi bisa dibawa ke luar.
Lalu, negara-negara mana aja nih yang bakal investasi bangun pabrik baterai EV hasil olahan nikel RI? Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan negara-negara yang akan investasi membangun pabriknya adalah Korea, Tiongkok, Inggris, Taiwan dan Jerman.
“Dari Korea masuk ada LG, dari Tiongkok ada CATL, dari Inggris pada British Volt, kemudian dari Taiwan ada Foxconn, dari Jerman ada BASF dan VW,” ujar Staf Khusus Menteri Investasi Tina Talisa dikutip melalui akun YouTube Kementerian Investasi/BKPM, Kamis (13/10/2022).
Upaya untuk menggaet investor luar negeri membangun pabrik baterai EV dalam negeri semata-mata merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan nilai tambah komoditas nikel lewat program hilirisasi. Dalam hilriisasi, komoditas nikel tidak lagi dijual sebagai barang mentah namum juga diolah terlebih dahulu jadi barang setengah jadi dan barang jadi.
Maka dari itu, pemerintah Indonesia pun sangat terbuka bila ada negara yang membutuhkan nikel Indonesia sebagai bahan baku baterai EV, bisa berinvestasi dengan memnbagun pabrik di sini. Beberapa neara pun akhirnya berkomitmen masuk beirnvestasi di Tanah Air.
Tak heran, karena saat ini nikel Indonesia yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik sedang menjadi primadona usai digadang-gadang bisa menjadi kunci menguasai pasar dunia.
“Nikel ini menjadi baterai kendaraan listrik, dengan diubah menjadi baterai kendaraan listrik, ternyata direspon positif dengan investor,” ujarnya.
Bahkan setelah larangan ekspor nikel dan ajakan membangun pabrik smelter dalam negeri, ekspor nikel pun meningkat hingga 6 kali lipat.
“Ada hasilnya, dari ekspor kita yang tadinya hanya USD3,3 miliar, naik lebih dari 6x lipat, tahun 2021 menjadi USD 20,9 miliar,” pungkasan.
Ke depannya, pemerintah berkomitmen untuk menghentikan ekspor pada beberapa sumber daya mineral lainnya, seperti timah, bauksit, dan tembaga dan menerapkan hilirisasi di semua sektor sumber daya alam mineral.