Iklim investasi di kawasan industri akan berpengaruh besar kepada tren perkembangan industri di Indonesia. Sayangnya, Sob, iklim investasi di Indonesia bukan tanpa tantangan, malah terlilit masalah klasik. Salah satu persoalan utama ialah adanya sejumlah regulasi yang hambat iklim investasi.
Di lapangan, aturan yang bertumpang-tindih seringkali bertentangan dengan kemudahan pemenuhan kebutuhan infrastruktur penyokong industri. Contohnya terkait kebutuhan air baku untuk industri. Ada dua regulasi yang saling bertentangan, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tentang Perindustrian dan Undang-Undang Nomor 17 tentang Sumber Daya Air.
“Di undang-undang perindustrian jelas memprioritaskan kebutuhan air baku untuk industri. Namun di undang-undang sumber daya air terkesan ada pembatasan. Jadi dua hal ini kurang sinkron,” kata Sanny Iskandar, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), melansir Industry.co.id.
Sanny memandang, kebutuhan industri juga mesti dipermudah, bukan malah terkesan dipersulit. Menurutnya, dinamika permasalahan aturan di dunia usaha perlu penanganan serius, dibenahi, atau disempurnakan.
Tidak hanya itu, Sob, persoalan juga ditemui di tingkat lokal karena masih banyak pengampu pemerintahan daerah belum menyelesaikan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Regulasi ini juga akan hambat iklim perkembangan investasi di kawasan industri, baik untuk penanaman modal dalam negeri maupun luar negeri.
Kondisi itu menunjukkan betapa masih jauh harapan yang digaungkan Presiden Joko Widodo tentang perlunya perbaikan iklim investasi di daerah. Jokowi berulang kali mendorong pemerintah daerah untuk berani mereformasi perizinan usaha.
“Jangan membuat peraturan daerah yang menghambat dunia usaha dan membebani investor. Regulasi yang tumpang-tindih akan menjerat kita sendiri,” ucap Presiden Jokowi seperti dikutip dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI.
Sementara itu, sejauh ini dukungan pihak swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) telah memungkinkan kawasan industri berkembang di 23 provinsi. Namun, HKI mencatat, luasan area kawasan industri yang terserap oleh industri manufaktur cenderung menurun, nih, Sob.
Dibandingkan 627 hektare pada 2021, pada 2022 hanya 519,3 hektare lahan yang sudah terserap oleh industri manufaktur. Adapun hingga 2023, berdasarkan catatan HKI, sudah terdapat 111 kawasan industri di Indonesia dengan total luasan kawasan industri sudah mencapai 108.563 hektare.
Apa artinya? Potensi pemanfaatan lahan menjadi area industri masih terbuka lebar. Kini bergantung pada niat dan perhatian pengampu kebijakan untuk aktif mendukung percepatan investasi bisnis dengan mudah, efektif, dan efisien. Gimana nih, Sob, menurutmu?