Guna membantu Indonesia merencanakan dan mengimplementasikan transisi rendah karbon jangka panjang yang teratur, Indonesia bekerja sama dengan WTW, Agence Française de Développement (AFD), Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membentuk program sovereign risk management.
WTW yang merupakan perusahaan konsultasi dan solusi global terkemuka, mengumumkan kerja sama tersebut pada Rabu (16/11) di KTT G20 Bali. Perusahaan itu melihat Indonesia sebagai pengekspor batu bara termal terbesar di dunia rentan terkena risiko transisi iklim, karena ketergantungan ekonomi negara pada ekspor batu bara, di tengah percepatan penurunan penggunaan bahan bakar untuk pembangkit listrik bahkan di pasar negara berkembang.
Proyek yang didanai oleh AFD ini nantinya akan membantu negara dalam merancang transisi iklim teratur, sembari menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan demi menghadapi perubahan struktural saat dunia mengalami dekarbonisasi.
“Banyak negara sering merancang rencana mitigasi iklim seolah-olah beroperasi dalam ruang hampa. Rencana nasional yang diisyaratkan oleh Paris Agreement biasanya tidak merujuk pada risiko transisi– terutama yang disebabkan oleh tren dekarbonisasi regional dan global yang lebih luas,” terang Matt Huxham, Director, Sovereign Transition Risk, Climate and Resilience Hub di WTW.
Ia juga menambahkan, risiko tersebut bagi negara berkembang sangat besar dan berdampak serius pada kekuatan keuangan publik negara jika tidak diperhitungkan dalam perencanaan. Sebab hal ini akan meningkatkan biaya dan membahayakan kelangsungan rencana transisi dan Paris Agreement.
Selain WTW dukung Indonesia dalam bentuk dana, kerja sama ini nantinya akan menggunakan metodologi Climate Transition Value at Risk (CTVaR) untuk mengukur risiko transisi Indonesia. Caranya dengan menggabungkan analisis ekonomi mikro dan keuangan granular dari aset fisik individu serta perusahaan, lalu ekonomi makro tentang bagaimana risiko didistribusikan dalam suatu perekonomian, dan potensi penyebab ketidakstabilan ekonomi serta keuangan.
“Manfaat utama dari metodologi CTVaR yang kami gunakan untuk mengukur risiko transisi adalah kami tidak hanya melihat risiko kerugian. Proyek ini akan mengembangkan skenario spesifik Indonesia yang terperinci dan data baru yang amat penting. Analisis ini akan memungkinkan kami untuk mengidentifikasi peluang, memberikan dasar yang kuat untuk mendukung investasi yang tepat yang tahan terhadap tren dan memanfaatkan tren yang mendorong perjalanan Indonesia menuju net zero,” terang Kameswara Natakusumah, Head of Indonesia and Head of Corporate Risk and Broking di WTW.
Sebagai informasi, upaya WTW dukung Indonesia dalam program sovereign risk ini adalah proyek pertama yang dilakukan di Asia. Selain itu, hal ini adalah terobosan baru dari Climate and Resilience Hub (CRH) WTW, yang mencakup inisiatif serupa yang dilakukan di Amerika Latin dan Afrika.