Pada ajang Malam Anugerah Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2023, film cerita panjang terbaik dinobatkan kepada film Women from Rote Island. Seorang dewan juri FFI 2023, Shanty Harmayn, mengungkap alasan utama film ini terpilih sebagai film terbaik FFI.
“Orkestrasi semua unsur, baik estetika, eksplorasi teknis, maupun kekuatan gagasan, tersampaikan dengan berani membuat film ini menjadi sebuah karya seni yang utuh, disajikan tanpa rasa takut,” kata Shanty Harmyn saat mengumumkannya bersama empat juri lainnya, di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Selasa malam lalu (14/11/2023).
Di samping itu, Shanty bilang, tema kisah yang disampaikan dalam film Women from Rote Island mengupas lapisan problem mendalam dan memiliki level pertaruhan besar. Film yang disutradarai Jeremias Nyangoen ini dibuat berdasarkan kejadian dan pengalaman nyata para korban kekerasan seksual.
“Film ini menjadikan sebuah film dengan identitas Indonesia yang kuat,” kata Shanty.
(Foto: Era.ID/ Yesica Sitinjak)
Sebagai film cerita panjang terbaik, film tersebut mengalahkan kandidat empat judul film panjang lain yang tidak kalah menyedot antusiasme publik, yaitu Budi Pekerti, 24 Jam Bersama Gaspar, Like & Share, dan Sleep Call.
Terhadap prestasi ini, Rizka Shakira, produser film Women from Rote Island bersyukur dan terharu dengan perjuangan tim produksinya.
“Untuk semua 170 kru film Women from Rote Island dan cast-cast yang luar biasa, terima kasih banyak,” kata Rizka.
Mengungkap Isu Sehari-hari
Selain memenangi kategori Film Cerita Panjang Terbaik, film Women From Rote Island juga mengantarkan kerabat kerjanya meraih tiga apresiasi tertinggi lain, yaitu Sutradara Terbaik, Penulis Skenario Asli Terbaik, dan Pengarah Sinematografi Terbaik.
Jeremias Nyangoen meraih Piala Citra untuk Sutradara dan Penulis Skenario Adaptasi Asli Terbaik. Adapun kategori Pengarah Sinematografi Terbaik diberikan kepada Joseph Christoforus Fofid.
Kisah yang diangkat film Women From Rote Island berpusat di seorang ibu tunggal bernama Orpa (diperankan oleh Linda Adoe). Suaminya baru saja meninggal dan meninggalkan tiga anak perempuan.
Orpa dihadapkan dengan diskriminasi terus-menerus dalam hidupnya sebagai perempuan dan ibu. Persoalan ini merupakan bagian dari tradisi turun-temurun berabad-abad lamanya yang kerap menjadikan perempuan sebagai gender “kelas dua” di masyarakat.
Dampak selanjutnya, perempuan yang jadi gender kelas dua terjerat dalam perundungan dan kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
Selain itu, film ini juga menyoroti pergulatan putri Orpa, Martha (Irma Rihi). Martha sempat bekerja di luar negeri berstatus pekerja migran ilegal. Namun, dalam alur cerita digambarkan akhirnya Martha bisa kembali ke rumahnya di Pulau Rote.
Film panjang terbaik ini dirilis pada Juli 2023 yang ditujukan untuk mengampanyekan masalah kekerasan seksual. Namun, film ini belum diputar meluas di bioskop Tanah Air. Dengan kemenangan ini, semoga dapat segera ditayangkan di layar lebar, ya, Sob.
“Kekerasan seksual sangat jahat, melalui film ini kita bersuara. Stop dan lawan kekerasan seksual. Semoga film ini dapat bermanfaat untuk semuanya,” kata Rizka.
Sementara menurut Jeremias, wacana yang diangkat melalui film ini juga terjadi di negara-negara lain, seperti Bangladesh, India, dan Afrika Selatan.
“Sebenarnya basic cerita Indonesia dan setting Indonesia timur memang. Kami bicara soal pelecehan seksual, masalah pembunuhan sampai mutilasi, jadi persoalan dunia. Jadi itu pemikiran saya, bukan hanya Indonesia timur,” ujar Jeremias.
Dengan kemenangan ini, semoga isu kekerasan seksual dapat lebih menjadi perhatian publik luas ya, Sobat. Begitu pun agar pihak pengambil kebijakan bisa segera menentukan langkah konkret untuk mengatasinya.