Sebagian orang menyadari perlunya mengenyam pendidikan dari tingkat dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi. Sebelum melanjutkan ke universitas, tak sedikit pula warga menghadapi kesulitan pembiayaan. Maka, bagi dua pemuda wisudawan termuda lulusan Universitas Brawijaya (UB), meretas jenjang kehidupan lebih tinggi menuju Jepang terasa begitu membahagiakan.
Juve Henson dan Adinda Tania Salsabil adalah dua mahasiswa Universitas Brawijaya yang teramat beruntung, Sob. Mereka dan 700-an mahasiswa UB berbagai tingkat gelar pendidikan dilantik oleh Rektor UB Prof. Widodo pada Minggu lalu (24/6/2023). Selain menjadi wisudawan termuda, kedua lulusan Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya UB itu akan segera menginjakkan kaki di tanah Negeri Matahari Terbit.
Beasiswa Antarkan Juve
Dilansir Tribunnews, Juve bersyukur memperoleh beasiswa program Bidikmisi yang memungkinkan ongkos kuliahnya cukup terpenuhi. Mahasiswa jurusan Sastra Jepang angkatan 2019 ini berhasil lulus berpredikat cumlaude dengan nilai IPK 3,94 dalam masa studi 3 tahun dan 4 bulan. Dia baru saja diwisuda pada Tahun Akademik 2022/2023.
“Kalau tidak ada Bidikmisi sepertinya tidak bisa kuliah, tidak akan nutup untuk kebutuhan,” ungkap Juve.
Dari sumbangan pendidikan yang diterimanya, Juve setiap bulan mengantongi Rp700 ribu. Sebanyak Rp500 ribu digunakan untuk membayar ongkos sewa hunian, sedang sisanya mencukup kebutuhan harian.
Juve mengenang kesulitannya melunasi kebutuhan sekolah semasa di SMKN 3 Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur. Kala itu, dia kerap menunggak pembayaran iuran pendidikan bulanan. Menjelang kelulusannya dari UB, Juve sempat terhambat melunasi tunggakan SPP.
“Waktu mengambil ijazah kemarin diselesaikan dengan kekeluargaan karena untuk keperluan yudisium di UB,” tuturnya.
Kebiasaan dan keterbatasan membentuknya jadi sosok yang bersahaja. Karena kemampuan ekonomi yang pas-pasan, Juve kurang memperhatikan perawatan diri dan terkesan berpenampilan “gelandangan”.
Namun beruntung, Sob, dosen dan teman kuliahnya tidak mencibirnya. Juve pun tetap bersemangat kuliah di Fakultas Ilmu Budaya UB hingga menjadi wisudawan terbaik dan termuda Universitas Brawijaya.
“Yang buat saya appreciate banget dengan FIB UB ini, dosen-dosennya semua melihat saya yang seperti ini, berusaha menerima saya sebisa mungkin. Karena itu saya bisa enjoy kuliah di sana,” tutur anak sulung dari tiga bersaudara ini.
Sebagaimana saat duduk di bangku SMK, Juve tidak bisa berharap bantuan lebih dari orang tuanya di kampung. Ibunya bekerja sebagai penjaga toko komputer, sedangkan ayahnya masih bekerja serabutan.
Selama kuliah di Malang, Juve termasuk mahasiswa dengan sebutan “kupu-kupu” alias hanya berfokus kuliah lalu pulang ke kos. Meski begitu, dari situlah dia terdorong untuk tekun menjalani tugas akademik. Beruntung pula, dia terbantu semasa menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Praktikum Moji-Goi (Huruf Kanji) selama tiga semester.
Ketekunannya membuahkan hasil. Sebelum wisuda, dia mendapatkan pekerjaan di PT. Minori, sebuah perusahaan pengembangan manufaktur dan penyalur tenaga kerja ke Jepang. Berbekal Surat Keterangan Lulus pascayudisium, dia didapuk sebagai pengajar Bahasa Jepang untuk persiapan calon tenaga kerja yang akan magang ke Jepang.
Adinda Penyuka Animasi
Lain halnya dengan Adinda. Meski juga mendalami bidang ilmu Sastra Jepang, dia menamatkan studinya dengan manis di usia 20 tahun setelah tak sengaja “berkenalan” dengan karakter animasi Kotaro dalam serial Kotaro Wa Hitori Gurashi.
Sebelum itu, wisudawan termuda Universitas Brawijaya ini ingin meneliti drama Jepang. Secara kebetulan, dia melihat sebuah anime baru di Netflix.
“Setelah saya tonton ternyata animenya tidak membosankan seperti anime-anime lain yang pernah saya coba tonton sebelumnya,” kata Adinda.
”Dalam anime ini, sosok Kotaro yang berumur empat tahun digambarkan sebagai sosok kecil yang mandiri, hidup seorang diri, dan berpikiran lebih dewasa dibandingkan anak seusianya. Ternyata, di balik sikapnya, ada kenangan yang menyakitkan bagi Kotaro,” ujarnya.
Ketidaksengajaan itu membuatnya tertarik. Setelah mencari tahu, menimbang, dan berdiskusi dengan dosen, Adinda mantap menjadikan sosok Kotaro sebagai topik kajian. Terlebih karena penelitian tentang tokoh anime dalam cerita Jepang jarang dilakukan, terutama karakter anime baru Kotaro.
Adinda lantas menelitinya dari aspek psikologi memakai teori klasifikasi emosi David Krech.
“Dalam anime ini, karakter Kotaro cenderung menutupi emosinya. Maka dari itu, saya bedah satu per satu, makna dan sikap tindakannya itu apa, dan saya hubungkan dengan masa lalunya. Dari situ, saya bisa paham sikap dan tindakannya didasari dari trauma yang dialami di masa lalunya”, tutur perempuan asal Kelurahan Dampit, Malang, ini.
Selain suka anime, dia juga getol menekuni usaha kuliner. Mahasiswa UB angkatan 2018 ini sempat bekerja paruh waktu di sebuah kafe. Di samping menekuni studi, dia membagi waktu dan perhatiannya merintis bisnis kuliner camilan di rumahnya sejak 2019.
View this post on Instagram
Lingkungan positif ternyata juga menjadi sandaran dan pendukung energi kreatifnya. Orang tua dan keluarganya sangat mendukung apapun pilihan Adinda, termasuk saat dia memutuskan untuk merintis usaha makanan ringan.
”Saya memproduksi beraneka keripik, seperti keripik kulit lumpia, keripik pisang, basreng, mie lidi, dan sebagainya. Sebelumnya sudah berjalan sejak tahun 2019 namun terhenti karena pandemi. Sekarang kembali lagi berjualan sejak tahun 2021,” katanya.
Setelah lulus, Adinda berencana merantau ke Jepang untuk memulai kariernya. Dia tengah mempersiapkan berkas persyaratan untuk bekerja di Jepang, seperti sertifikat bahasa dan keahlian. Alasannya, dia menyukai berbagai hal yang berhubungan dengan kuliner.
”Semoga bisa segera berangkat, saya ingin di bidang jasa makanan, karena passion saya di situ,” ungkapnya.
Buat Sobat yang sedang menekuni tugas akhir kuliah, semangat, ya! Semoga kamu terinspirasi dengan kisah mereka.