Kualitas udara di wilayah Jabodetabek ditengarai memburuk selama sebulan terakhir, Juli hingga awal Agustus 2023. Kesehatan warga yang tinggal dan beraktivitas di ibu kota pun menjadi terancam. Dengan kondisi tak menentu, polusi udara di Jabodetabek wajib menjadi perhatian kita semua, Sob.
Sebab berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir, pada Kamis, 10 Agustus 2023 pukul 11.00 WIB, konsentrasi polutan di Jakarta mencapai particulate matter 2.5 (PM2,5) atau sebesar 75,1 mikrogram per meter kubik (μg/m³). Adapun Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta mencapai 164, nomor dua tertinggi di Indonesia setelah Tangerang Selatan dengan indeks 170.
Konsentrasi PM2,5 merupakan indikator yang dipakai untuk melihat kualitas udara di suatu wilayah. Sejumlah kategori kualitas udara ialah baik bila konsentrasi PM2,5 di rentang 1 μg/m³ – 12,0 μg/m³, lalu kategori moderat (12,1 μg/m³ – 35,4 μg/m³), dan tidak sehat bagi kelompok sensitif (35,5 μg/m³ – 55,4 μg/m³).
Selanjutnya, konsentrasi PM2,5 dengan rentang 55,5 μg/m³-150,4 μg/m³ masuk kategori tidak sehat, sangat tidak sehat (150,5 μg/m³ – 250,4 μg/m³), dan di atas 250,4 μg/m³ telah masuk kategori beracun.
Dengan capaian angka konsentrasi PM2,5 yang tinggi, dalam satu bulan terakhir Jakarta telah mencatatkan 14 kali kategori tidak sehat. Sepanjang periode 30 hari belakangan, rata-rata konsentrasi PM2,5 secara harian paling tinggi mencapai 80,2 μg/m³ pada 25 Juli 2023.
Melansir DataIndonesia, kondisinya serupa ditunjukkan pada hari Rabu lalu (9/7/2023). Kualitas udara di Jakarta mulai masuk kategori tidak sehat terjadi pada pukul 04.00–11.00 WIB. Sebagaimana diketahui, pada jam tersebut biasanya mobilitas masyarakat meningkat seiring aktivitas bekerja maupun sekolah yang padat.
Risiko Gangguan Kesehatan
Kualitas udara di DKI Jakarta yang tergolong tidak sehat tersebut dinilai karena sejumlah faktor, Sob, antara lain tingginya mobilitas warga dengan kendaraan pribadi hingga keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta sebelumnya juga sempat menyebutkan 70% penyebab polusi udara di Jabodetabek adalah transportasi. Oleh karenanya, DLH DKI Jakarta pun telah menyiapkan sejumlah strategi sebagai upaya mengurangi kualitas udara buruk Jakarta.
Kepala DLH DKI Asep Kuswanto menyebutkan sejumlah strategi yang dilakukan adalah melakukan perawatan transportasi publik, menanamkan pohon di setiap taman yang ada di Jakarta, hingga melakukan uji emisi. DLH DKI akan bekerja sama dengan pihak Kepolisian Daerah (Polda) untuk menerapkan pengenaan tilang bagi kendaraan yang belum lulus uji emisi.
Imbasnya, masyarakat seakan terbiasa dengan ancaman udara yang jauh dari ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Berbagai macam penyakit pun mengintai masyarakat tanpa pandang bulu, seperti batuk berdahak, flu dan sakit tenggorokan, hingga penyakit berat seperti kanker.
Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Narila Mutia Nasir, mengatakan, penting memakai masker saat kondisi udara sedang memburuk sebagai upaya menjaga kesehatan. Masyarakat juga dianjurkan agar tidak membuka jendela terlalu lebar di rumah, terutama jika lokasi rumah berdekatan dengan jalan umum.
”Masyarakat harus mengurangi aktivitas di luar ruangan, terutama pada jam-jam sibuk. Menjaga kualitas udara di rumah juga penting. Namun, tidak semua masyarakat mampu untuk membeli air purifier,” kata Narila.
Sobat perlu berhati-hati juga ya, saat beraktivitas dalam perjalanan di luar rumah. Ingat, jaga kesehatan, Sob!