Beberapa waktu terakhir ini, media sosial dihebohkan oleh suasana Dusun Cimeong yang berlokasi di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Suasananya yang sepi dan tak berpenghuni ini membuatnya viral dan dijuluki sebagai Kampung Mati.
Adanya bencana pergeseran tanah hingga tanah longsor yang terbilang parah di bulan Desember 2016 dan awal tahun 2017 tersebut membuat Dusun Cimeong ini terpaksa dikosongkan. Dari sinilah nama Kampung Mati semakin viral di telinga publik.
Danta Hidayat selaku Kepala Desa Cilayung menjelaskan bahwa warga yang terdampak bencana di Dusun Cimeong telah menempati rumah baru di Dusun Mekarsari, sebanyak 60 unit rumah direlokasi. Danta menambahkan, tidak ada korban jiwa dari kejadian di tahun 2017 namun warga mau tidak mau merelakan tempat tinggalnya untuk direlokasi ke tempat yang lebih aman.
Fakta menarik dari tokoh masyarakat sekitar mengatakan bahwa Kampung Mati tersebut sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Namun, tidak diketahui pasti kapan Dusun Cimeong ada. Dusun yang terletak di daerah perbukitan Kuningan bagian timur ini memiliki akses yang menanjak dan ekstrem, lebatnya pepohonan di sekitar pegunungan membuat suasananya semakin membuat bulu kuduk berdiri.
Kini posisi Dusun Cimeong “tergeser” dengan kehadiran Desa Cilayung. “Iya kalau cerita orang-orang tua zaman dulu itu, Dusun Cimeong sudah ada sebelum berdiri Desa Cilayung. Tapi penduduknya hanya beberapa orang saja, ya sedikit lah,” ujar Dian selaku Perangkat Desa Cilayung, dikutip dari Kumparan.com, Selasa (16/2/2021).
Saat ini, terdapat satu warga yang memilih untuk tetap bertahan di Dusun Cimeong. Isu-isu yang tersebar di publik mengenai adanya kutukan pada Kampung Mati yang viral ini tidak benar adanya. Mereka hanya berpindah tempat tinggal ke Dusun Mekarsari untuk mendapati rumah yang lebih nyaman dan aman.
“Oh itu iya ada, itu juga ramai sekarang di YouTube ada berapa tim itu datang. Semalam juga ada lagi, kita juga disini komentar di video itu, minta nomor hp youtuber-nya, kita keberatan karena anggapan orang kan nanti beda-beda, tidak tahu disini itu seperti apa yang sebenarnya, khawatirnya nanti malah menjelekan desa kita,” tambah Dian.