Sebelum menjabat Ketum PSSI, Erick Thohir sempat menjanjikan akan menerapkan teknologi video assistant referee (VAR) dalam kompetisi sepakbola Indonesia. Hal itu memunculkan sedikit harapan baik bagi pecinta sepakbola.
Menilik ke luar negeri, penggunaan teknologi wasit video asisten sudah jamak terlihat di kompetisi sepakbola internasional, Sob. Seperti di Liga Utama Inggris, Serie A Italia, bahkan kompetisi Liga Champions Eropa, dan Piala Dunia.
Sebenarnya, seberapa penting sih, penggunaan VAR? Bila VAR diterapkan di turnamen sepakbola Indonesia, mungkinkah dapat meningkatkan kualitas persepakbolaan kita? Simak ulasan berikut ini yuk, Sob!
Tujuan dan Sejarah VAR
Teknologi VAR pertama kali ditawarkan di negeri kincir angin, Belanda, pada awal 2010 oleh Asosiasi Sepakbola Belanda (KNVB). Disebut Refereeing 2.0 atau proyek Wasit 2.0, VAR pertama diujikan di liga teratas Belanda yakni Eredivisie, pada musim 2012–2013.
Setelah uji coba itu dinilai berhasil, KNVB mengajukan usulan penggunaan VAR kepada Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB) untuk mengubah peraturan, yakni wasit diizinkan untuk memutar ulang video selama pertandingan.
VAR merupakan prosedur bantuan teknologi untuk membantu asisten wasit meninjau tayangan ulang sebuah insiden dalam permainan sepak bola. Penggunaannya sebagai bahan pertimbangan untuk wasit utama dalam menentukan keputusan.
Ide penerapan VAR disetujui secara resmi oleh Presiden baru FIFA, Gianni Infantino dalam sebuah pertemuan di markas besar FIFA, Zurich, Swiss, tahun 2015.
Setahun kemudian, percobaan VAR pertama kali dilakukan dalam pertandingan persahabatan klub Belanda, PSV vs FC Eindhoven. Lalu pada 2017, Liga Australia atau A-League merupakan kompetisi liga pertama yang menerapkan VAR. Pertandingan pertama di Liga Australia yang menerapkan teknologi VAR adalah Melbourne FC versus Adelaide United, 7 April 2017.
Operasional VAR
Sekretaris IFAB, Lukas Brud, mendukung penggunaan VAR yang dinilai bisa melindungi wasit dari keputusan salah.
“Dengan semua 4G dan Wi-Fi di stadion hari ini kami tahu kami harus melindungi wasit dari membuat kesalahan yang dapat langsung dilihat semua orang,” ujarnya, melansir Detik.com.
Maka pada 2018, The International Football Association Board (IFAB) mencatat VAR ke dalam aturan permainan sepakbola (Laws of the Game). Di Piala Dunia 2018, Rusia, VAR pertama kali digunakan secara penuh atau mencakup seluruh pertandingan.
Selanjutnya, VAR aktif diperkenalkan penggunaannya dalam pertandingan sepakbola sepanjang 2018. Teknologi ini menggunakan cuplikan film dari kamera sisi lapangan untuk membantu wasit meninjau keputusan untuk gol, pemberian kartu merah langsung, penalti, dan offside. Selain itu, VAR berguna untuk meninjau keputusan-keputusan wasit yang keliru. Gagasan untuk melindungi wasit dan keputusan yang adil itulah faktor pendorong utama bagi IFAB untuk peningkatan penerapan VAR.
Setelah Liga Australia, penggunaan VAR kemudian dilakukan di liga top lain di Eropa, yaitu Bundesliga Jerman dan Serie A Italia yang mengadopsi penerapan VAR pada musim 2017–2018. Sementara La Liga Spanyol dan Ligue 1 Prancis baru menyetujui VAR untuk musim 2018–2019. Terakhir, Liga Utama Inggris menjadi liga domestik utama di Eropa yang menggunakan VAR, yaitu sejak musim 2019–2020.
Tim VAR beranggotakan seorang video assistant referee yang dibantu tiga orang asisten dan empat orang yang bertugas untuk memutar ulang rekaman momen kontroversial yang terjadi dalam lapangan dari berbagai sudut rekam kamera. VAR pun melibatkan dua offside camera tambahan yang khusus disiapkan untuk tim VAR.
Selanjutnya, tim VAR punya akses ke puluhan kamera televisi, beberapa di antaranya berkemampuan super slow-motion dan ultra slow-motion.
Banyak Dikritik, Biaya Besar
Selama penerapannya lima tahun belakangan, ternyata teknologi VAR memunculkan beragam tanggapan, tak sedikit pula kontroversi.
Perusahaan media olahraga Goal.com dalam sebuah jajak pendapat via Twitter, 4 September 2022, pernah melempar pertanyaan: Apakah VAR membuat sepakbola menjadi lebih baik atau buruk?
Terhimpun sekitar 67,6 persen responden menjawab lebih buruk, sedangkan hanya 32,4 persen menganggap penggunaan VAR membuat pertandingan sepakbola lebih baik dan memuaskan.
Has VAR made football better or worse? 📺
— GOAL (@goal) September 4, 2022
Penelitian juga menunjukkan teknologi wasit asisten video atau VAR dalam sepak bola tidak cukup tepat untuk memberikan usulan akurat setiap saat. Sebabnya, akurasi dari penerapan VAR masih banyak dipertanyakan beberapa ahli. Kritikus berpendapat VAR juga menghambat alur permainan.
Di samping itu, sejumlah penelitian lain menunjukkan VAR dapat mencegah pelanggaran dalam sepak bola. Riset bernada positif menunjukkan kebijakan VAR telah mengurangi jumlah pelanggaran, offside, dan kartu kuning.
Pooya Soltani, peneliti University of Bath mengatakan, VAR sangat berguna dalam membantu wasit membuat keputusan yang akurat.
Dalam studi tersebut, Soltani menggunakan sistem penangkapan gerak optik untuk menilai keakuratan sistem VAR. Dia memfilmkan pemain yang menerima bola dari rekan setimnya. Dilihat dari sudut kamera yang berbeda, sambil merekam posisi tiga dimensi bola dan pemain menggunakan kamera optical motion capture.
“Ini menunjukkan bahwa meskipun VAR berguna untuk menemukan kesalahan yang jelas, itu tidak boleh diandalkan sepenuhnya untuk membuat keputusan wasit. Penelitian ini menunjukkan bahwa VAR memiliki batasan yang pasti,” kata Soltani, seperti dikutip dari National Geographic Indonesia.
Studi itu menunjukkan bahwa akurasi VAR dapat ditingkatkan dengan menggunakan kamera berkecepatan frame rate lebih tinggi yang akan merekam pergerakan bola dalam gerakan lebih lambat.
Soltani menyarankan, untuk mendapatkan akurasi VAR lebih baik, kamera yang dipakai perlu menghasilkan resolusi gambar lebih tinggi. Harapan ini mensyaratkan kamera dengan frame rate lebih cepat. Dengan begitu, pendekatan penangkapan gerakan volumetrik akan meningkatkan akurasi VAR. namun, dia tak menampik hal itu tentu akan membuat biaya penerapan VAR jauh lebih mahal.
Biaya penggunaan VAR dalam setiap pertandingan adalah setara Rp175 juta (belum termasuk pajak). Adapun untuk pengadaan teknologi dan fasilitas VAR, perlu ongkos besar. Setidaknya becermin pada 2022, Liga Utama Skotlandia menerapkan VAR dengan biaya 1,2 juta paun (Rp21 miliar) per musim mencakup pertandingan liga, semifinal, dan final piala liga.
Di sisi lain, penggunaan VAR selama ini telah memberi dampak besar. Sebelum VAR diperkenalkan, persentase keputusan kunci pertandingan sepakbola Eropa pada musim 2018–2019 yang benar adalah 82 persen. Dengan bantuan VAR pada 2019–2020, keputusan benar naik menjadi 94 persen.
Selama 2019-2020, lebih dari 2.400 insiden diperiksa dan 109 keputusan dibatalkan oleh VAR. Artinya, rata-rata keputusan dibatalkan setiap 3,5 pertandingan.
MISI Bersih-Bersih PSSI
Dengan melihat kecanggihan teknologi VAR, kira-kira bisa nggak, Sob, hal serupa diterapkan di Indonesia?
Sayangnya, tiga hari setelah terpilih sebagai Ketum PSSI, pada Minggu (19/02/2023), Erick Thohir mengumumkan PSSI belum bisa menerapkan VAR pada kompetisi Liga 1 musim depan. Menurut Erick, menerapkan VAR di kompetisi sepakbola Indonesia memerlukan kecakapan fasilitas stadion yang mumpuni.
“Perlu waktu ya buat ini (penggunaan VAR) karena implementasinya tidak bisa dilakukan di semua stadion. Stadion juga harus memenuhi kriteria. Jadi match fixing dulu, baru VAR. Jadi pembenahan ini harus bertahap. Pak Menpora pasti mendukung ada VAR, kalau tidak ya Menteri PUPR,” kata Erick, seperti dikutip dari Panditfootball.com.
Selagi menunda penyiapan teknologi VAR, Kementerian Pemuda dan Olahraga akan memfasilitasi wasit-wasit dalam pengembangan kualitas dengan peningkatan lisensi.
Sepertinya kita perlu memaklumi, ya, Sob. Prasarana teknis dan perangkat kamera stadion di kompetisi sepakbola kita mesti dipersiapkan lebih dulu, baik jumlah maupun mutu teknologinya. Hmm.., mesti bersabar, nih. Kapan ya penggunaan VAR dalam kompetisi sepakbola Indonesia bakal terealisasi?