Eksistensi alat musik Suku Dayak bernama Sape memang kurang tenar, khususnya di kalangan anak muda. Padahal, bisa dikatakan alat musik ini adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang patut dilestarikan.
Melihat kelangkaan generasi muda yang kurang mengenal Sape, seorang pria dari daerah pedalaman Kalimantan Utara bernama Uyau Moris mencoba untuk melestarikan alat musik tersebut.
Pria kelahiran 31 Agustus 1991 ini dengan bangga mengenalkan tradisi budayanya sebagai anak Dayak Kenyah yang bertempat tinggal di Desa Wisata Setulang, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.
Kecintaan Uyau Moris terhadap Sape sudah ada semenjak kecil, saat dirinya berusia 8 tahun. “Saat itu saya belajar langsung dari kakek, Majan Kasit, yang juga pemain sekaligus pembuat Sape di daerah asal saya, Kalimantan Utara,” ujarnya. Dari sinilah, kecintaan Moris dengan Sape mulai terpupuk. Bermula dari cinta, Moris akhirnya memulai untuk mempelajari alat musik yang diukir dari batang kayu tunggal ini.
Berkat keahliannya bermain Sape, Uyau Moris pun bisa berkeliling dunia untuk mengenalkan alat musik ini sekaligus menunjukkan keindahan bunyi dari alat petik tradisional. Beberapa negara Asia yang telah disinggahinya bersama Sape adalah Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan Jepang.
Pria lulusan master ISI Yogyakarta Jurusan Etnomusikologi ini juga sempat berkeliling ke Kanada, Ekuador, dan Amerika Serikat bersama Sape miliknya untuk mempromosikan budaya Indonesia, khususnya Suku Dayak.
Dalam mengenalkan alat musik Sape, Uyau Moris memperkenalkan alat musik tradisional ini dengan gaya modern yang dekat dengan anak muda masa kini. Caranya adalah dengan mengunggah video aransemen lagu-lagu ke kanal YouTube miliknya.
“Sejak tahun 2015 saya aktif membuat channel YouTube. Di channel tersebut saya mengunggah video memainkan alat musik Sape. Untuk lebih dikenal generasi masa kini, saya sering cover lagu modern yang disukai oleh anak muda. Seperti Bruno Mars, Martin Garrix, dan Payung Teduh,” ujarnya.
Walaupun Moris menggunakan lagu modern untuk lebih dekat dengan anak muda, dirinya tidak ingin melupakan musik tradisional Sape. “Selain musik modern Sape, saya juga mengunggah musik tradisional Sape. Saya tidak ingin meninggalkan ciri khas utama dari alat musik ini yang tradisional,” imbuhnya.