Setelah penantian panjang, DPR RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. UU TPKS tersebut resmi sah pada pembicaraan tingkat II di rapat paripurna ke-19 masa persidangan IV tahun sidang 2021-2022 pada Selasa (12/4).
Pada rapat tersebut tak hanya dihadiri oleh Ketua DPR dan Wakil Ketua DPR saja, namun juga tampak hadir sejumlah koalisi LSM perempuan, kalangan aktivis yaitu LBH APIK, dan Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual.
UU TPKS adalah sesuatu yang diperjuangkan perempuan bahkan sejak 10 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2012 ketika diusulkan oleh Komnas Perempuan. Sebelumnya RUU TPKS terdiri dari 93 pasal dan 12 bab yang di dalamnya memuat sembilan jenis kekerasan seksual.
9 jenis kekerasan seksual yaitu pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.
Saat ini UU TPKS sah dan berlaku, maka ke depannya bisa memberikan perlindungan bagi korban dan juga menjadi payung hukum bagi aparat untuk menindak pelaku kekerasan seksual sesuai dengan hukum yang berlaku dan yang tidak diatur dalam KUHP,
Dan tak hanya 9 jenis kekerasan seksual yang ada di Ayat 1, Pasal 4 Ayat 2 juga memuat 10 jenis kekerasan seksual lainnya dari mulai perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan atau eksploitasi seksual terhadap anak, dan perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban.
Selain itu ada juga pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, serta kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga.
Hadiah Bagi Kaum Perempuan Jelang Kartini
Ketua DPR RI, Puan Maharani menyebutkan bahwa pengesahan UU TPKS ini merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk memperjuangkan korban-korban seksual yang selama ini terabaikan. Tentunya perjuangan hak-hak ini sudah lama disuarakan semua elemen bangsa yang pantang menyerah dari mulai kalangan aktivis, LSM , akademi hingga masyarakat.
“Secara khusus pengesahan RUU TPKS akan menjadi hadiah bagi kaum perempuan dalam menyambut peringatan Hari Kartini, mengingat banyak korban kekerasan seksual berasal dari kalangan perempuan,” kata Puan.
Rekam Jejak Kasus Kekerasan Seksual di 2021
Berdasarkan data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 2021, tercatat ada 2.363 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dalam ranah personal. Dengan jenis kekerasan seksual yang mendominasi adalah pemerkosaan dengan jumlah 597 kasus.
Di posisi kedua ada kasus pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape) dengan 591 kasus, inses 433 kasus, 374 kasus pelecehan seksual dan kasus persetubuhan dan ranah siber tercatat masing-masing sebanyak 164 kasus dan 108 kasus.
Bahkan kekerasan seksual ini tak hanya terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dari 14.517 kasus kekerasan anak, nyaris setengah atau 45.1% merupakan kasus kekerasan seksual.
Maka dari itu, dengan telah disahkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual diharapkan bisa menghilangkan tindakan kekerasan seksual atau dengan minimal pelaku kekerasan tersebut bisa mendapatkan balasan yang setimpal dari perlakuannya.