Pandemi Covid-19 yang terjadi pada awal 2020 lalu secara global banyak membuat berbagai sektor terkena dampak yang cukup buruk, salah satunya mengenai pangan. Dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh pemerintah beberapa waktu lalu, membuat masyarakat kesulitan untuk mencari atau membeli makanan berkualitas (bergizi). Namun, hal tersebut bisa diatasi oleh salah satu desa atau kampung kreatif di kota Yogyakarta, dengan ruang hijau yang dibangun secara gotong royong bernama Urban Farming Kali Code.
Ya, keberadaan Urban Farming Kali Code atau Kebun Kali Code yang tepatnya berada di Bantaran Kali Code ini mampu mengatasi kesulitan pangan berkualitas (bergizi) yang terjadi saat masa PSBB di awal kemunculan Covid-19 lalu. Masyarakat di sekitar Bantaran Kali Code pun terbantu dengan hasil panen dari Kebun Kali Code.
Pengurus Urban Farming Kali Code, Anang Nasudin menjelaskan jika tujuan utama dibangunnya kebun di kampungnya tersebut untuk membangun kedaulatan pangan dengan kolektif berbasis organik.
Sehingga, masyarakat sekitar dapat menikmati hasil pembibitan tanaman organik yang mereka tanam sendiri, tanpa harus membeli ke pasar.
“Saya bersama teman-teman perempuan, ibu-ibu, dan anak-anak muda membangun Kebun Kali Code, yang kemudian mempunyai tujuan bagaimana membangun kedaulatan pangan kolektif berbasis organik,” jelas Anang saat dijumpai di Kebun Kali Code, Rabu (20/7/2022).
Kita ketahui bersama, jika harga sayur mayur di pasar pada masa pandemi maupun pasca pandemi mengalami kenaikkan yang cukup signifikan. Tentunya, bagi masyarakat di sekitar Bantaran Kali Code, kenaikan harga sayur mayur tersebut cukup mengganggu perekonomian warga.
Kehadiran Kebun Kali Code ini disebut sebagai solusi yang tepat bagi warga sekitar. Selain itu, Kebun Kali Code tidak hanya menanam berbagai tanaman organik, tetapi juga sebagai tempat ternak ikan tawar seperti ikan lele hingga ikan gabus dan ayam.
Sebagai ruang hijau kolektif dari berbagai komunitas, Kebun Kali Code pun banyak digunakan sebagai ruang kreatif warga atau workshop untuk mendaur ulang sampah-sampah-sampah plastik, kardus, kaleng dan sejenisnya.
Hasil dari sampah daur ulang tersebut pun banyak digunakan sebagai karya seni yang banyak dipamerkan di berbagai galeri di kota Yogyakarta.
Sayangnya, di awal pembangun Kebun Kali Code pemerintah setempat tidak hadir untuk memberikan bantuan. Namun, setelah terlihat perkembangan, barulah berbagai pihak dari pemerintah memberikan bantuan yang diperlukan masyarakat sekitar.
“Kami memang basisnya komunitas, jadi kami tidak terbentuk atau dibentuk oleh Negara,” jelas Anang.
Selain di Kebun Kali Code, Anang pun mengarahkan warga sekitar untuk memanfaatkan ruang sempit di halaman rumah mereka untuk menanam pohon yang dapat digunakan sebagai bahan makanan sehari-hari, seperti cabai, bawang, jamur dan sejenisnya.
Lalu, apakah masalah-masalah yang dihadapi dalam merawat Urban Farming Kali Code?
Berada di wilayah tengah kota Yogyakarta, pastinya permasalahan yang dialami oleh warga sekitar Kebun Kali Code bermacam-macam, seperti mengenai ruang bertanam, mencukupi kebutuhan kebun, pengetahuan mengenai bertanam, hingga meyakinkan warga sekitar yang rata-rata bekerja sebagai buruh.
Dalam mengatasi masalah tersebut, pengurus dan warga sekitar Kebun Kali Code meminta bantuan kepada desa-desa di pinggir pusat kota Yogyakarta dan komunitas yang memahami mengenai pertanian. Contohnya untuk meminta tanah yang baik untuk bertanam, warga Bantaran Kali Code meminta bantuan kepada salah satu desa di sekitar Bantul.
“Kendala lainnya berhubungan dengan persoalan meyakinkan masyarakat bahwa ini (Kebun Kali Code) merupakan sesuatu yang bermanfaat. Karena di kampung kota (khususnya di kampung kami) rata-rata bekerja sebagai buruh. Artinya mereka tidak punya waktu untuk mengurus kebun ini,” cerita Anang.
Tidak hanya itu saja, masyarakat sekitar Kebun Kali Code pun diminta untuk mengikuti Kelas Tani Kota, sebuah program yang dibuat Urban Farming Kali Code. Dengan program tersebut diharapkan juga masyarakat semakin peduli akan bercocok tanam, mengetahui ilmu bertani seperti membuat media tanam sampai membuat obat hama organik.
Diketahui, masyarakat kampung Kali Code sendiri menjadi yakin ketika melihat sendiri hasil panen dari Kebun Kali Code. Hasil panen tersebut pun hanya bisa dinikmati masyarakat kampung sekitar (Kali Code) dan tidak untuk diperjualbelikan ke masyarakat luar.
Siapa saja yang pernah terlibat dalam kegiatan di Kebun Kali Code?
Sebagai ruang hijau dan artspace, pengurus Kebun Kali Code sendiri banyak bekerjasama dengan berbagai pihak. Di antaranya penulis asal Amsterdam, Belanda bernama Charlotte yang mengajarkan anak-anak membaca dan menulis, peneliti lingkungan asal Swiss bernama Mark yang membantu warga sekitar mengukur kualitas air bersih yang bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, dan berbagai komunitas lokal Yogyakarta di bidang seni hingga hukum.
Mengenai harapan ke depan, Urban Farming Kali Code berharap tempat ini terus menjadi ruang edukasi atau ruang workshop, sehingga masyarakat baik di lingkungan sekitar maupun di luar Kali Code dapat memperoleh berbagai ilmu mulai dari kebutuhan pangan, isu lingkungan, seni hingga hukum.
“Kami merupakan sebagian kecil yang mencoba untuk mengedukasi masyarakat atau siapapun untuk melakukan pekerjaan yang memiliki manfaat bagi masyarakat luas. Seperti puisi Jawa bilang ‘Ibu bumi ojo dilarani, ibu bumi mesti maringi’ artinya ‘ibu bumi jangan disakiti, maka ibu bumi akan memberikan apapun terhadap kita’,” pungkasnya.
Nah, bagi Sobat SJ yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai Urban Farming Kali Code dengan berbagai aktivitasnya, bisa nih mengunjungi langsung tempatnya di kampung Ledok Tukangan, Kelurahan Tegal Panggung, Kecamatan Danurejan, Yogyakarta atau intip Instagram mereka @kebunkalicode.