Saat ini dunia mulai beralih ke sumber daya terbarukan, termasuk di antaranya adalah fenomena menggunakan kendaraan listrik. Perlahan tempat-tempat yang biasanya digunakan untuk menyimpan minyak bumi kemungkinan akan dialihfungsikan sebagai tempat penyimpanan baterai untuk menyuplai energi hijau di seluruh kota.
Dengan rencana ini, masa depan daya listrik semakin terasa lebih dekat. Bahkan dampaknya banyak produsen kendaraan yang akan berhenti memproduksi kendaraan bertenaga bahan bakar minyak bumi.
Dilansir dari BloombergNEF, dua per tiga perusahaan mobil dunia akan serempak menjual mobil listrik pada 2040. Sistem ini berkembang pesat di seluruh dunia berkat kemajuan teknologi penyimpanan baterai.
Tentunya dalam mobil listrik yang menjadi komponen utamanya adalah baterai litium dan megabaterai yang juga digunakan untuk menyimpan energi terbarukan. Lalu apa yang menjadi permasalahannya?
Masalahnya baterai litium yang terdapat di dalam mobil listrik merupakan komponen yang susah untuk di daur ulang. Biasanya metode daur ulang baterai dengan cara tradisional seperti baterai timbal-asam tidak berguna untuk baterai litium. Sebab, biasanya wujud baterai Li lebih besar, lebih berat, jauh lebih kompleks, dan sangat bahaya bila dibongkar dengan cara yang salah.
Sejauh ini pula diketahui pembongkaran baterai litium di mobil listrik untuk bisa di daur ulang kebanyakan masih dilakukan dengan cara manual di laboratotium. Oleh karena itu metode satu ini harus diubah dengan menggunakan lebih canngih. Sebab, jika baterai dirakit dengan menggunakan robot, maka baterai harus dibongkar dengan cara yang sama.
Kini disediakan tempat pabrik daur ulang baterai. Di mana baterai mobil listrik ini akan diproses hingga bisa didaur ulang. Nantinya bagian-bagian baterai akan dihancurkan sampai berbentuk bubuk. Kemudian bubuk-bubuk ini akan dilelehkan (proses pyrometallurgy) atau dilarutkan dengan asam (proses hydrometallurgy).
“Metode saat ini, yakni menghancurkan semuanya dan mencoba memurnikan campuran kompleks. Ini sangat mahal dan menghasilkan produk sisa yang tidak ada nilainya,” jelas ahli kimia fisik Universitas Leicester Andrew Abbot.
Kendala dalam penghancuran baterai adalah karena pada dasarnya baterai litium terbuat dari komponen berbeda yang sewaktu-waktu bisa meledak apabila nggak dibongkar dengan seksama dan penuh ketidakhati-hatian. Bahkan sekalipun nantinya baterai ini telah berhasil dibongkar, produk sisanya tidak akan mudah untuk dipakai kembali.
Bagi para peneliti ahli kimia logam yang terdapat di katoda merupakan bagian yang paling penting dan berharga untuk dilestarikan kembali. Jadi, mekanismenya setiap baterai yang memiliki lapisan daur ulang akan dikirimkan ke pabrik untuk dirakit menjadi baterai baru.
Alhasil tim Abbott di Faraday Institution, Inggris pun menemukan cara dalam pembongkaran baterai litium. Caranya dengan menggunakan probe ultrasonik. Dengan metode ini mereka percaya dapat memproses bahan 100 kali lebih banyak. Dengan demikian mereka berharap kedepannya metode ini dapat diterapkan dalam jumlah skala yang besar.