Hingga saat ini, tradisi gotong royong masih melekat pada kehidupan bermasyarakat di Tanah Air sejak zaman dahulu. Salah satu contoh yang bisa kita lihat adalah gelaran acara hajatan pernikahan ataupun sunatan di lingkungan rumah. Begitupun dengan tradisi unik masyarakat Jawa bernama Rewang.
Tradisi Rewang merupakan istilah dari masyarakat Jawa dalam suatu kegiatan yang melibatkan kaum perempuan maupun laki-laki. Gotong royong dilakukan untuk menopang suksesnya suatu acara hajatan besar seperti pernikahan atau sunatan. Sebagai salah satu warisan budaya, tradisi ini diteruskan secara turun-menurun.
Namun, uniknya kesuksesan dari tradisi ini tergantung dari kerja keras para kaum perempuan. Sebab mereka harus menyiapkan ratusan hidangan (tergantung keramaian) di belakang (dapur) untuk masyarakat yang terlibat. Dalam bahasa Jawa, para pekerja di belakang (dapur) disebut dengan nama Konco Wingking.
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari gelaran tradisi Rewang. Di mana acara tersebut memperlihatkan kerja keras seseorang atau kelompok warga dengan tenaga dan usahanya sendiri tanpa melibatkan orang lain dalam hidupnya. Secara garis besar, tradisi ini merupakan kegiatan memasak bersama mulai dari usia muda hingga tua. Bisa disebut juga menjadi sebuah tempat belajar memasak untuk para wanita.
Dalam tradisi Rewang, biasanya para perempuan sudah mulai bekerja di dapur menyiapkan kebutuhan acara sejak dini hari. Tugas yang dikerjakan oleh para perempuan dalam tradisi ini berbeda-beda. Ada yang menyiapkan punjangan, menjaga bahan-bahan keperluan hajatan, memasak di dapur, membungkus hantaran, mencuci piring dan lain sebagainya yang masih berhubungan dengan pelaksanaan acara.
Kegiatan Rewang merupakan salah satu kewajiban bagi masyarakat Jawa apalagi yang berada di pedesaan. Hal itu dilakukan untuk menghindari hukum sosial dan urusan kemanusiaan. Sebelum kegiatan dimulai biasanya para warga akan dikumpulkan oleh ketua RT untuk membentuk panitia hajatan. Setelah itu, masing-masing anggota akan ditentukan tugasnya berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
Catatan Henk Widi dari jurnal berjudul Tradisi Rewang Tempatkan Perempuan sebagai Penentu Kesuksesan Hajatan, menjelaskan secara garis besar Rewang memperlihatkan nilai-nilai perjuangan yang muncul dari para perempuan.
Mereka bekerja tanpa adanya imbalan dan bahkan pekerjaannya itu jarang diketahui dan diakui oleh publik. Maka dari itu, tradisi ini tak hanya membahas tentang perempuan yang bertugas di dapur tapi juga bagaimana perjuangan dan pengorbanannya bagi masyarakat.
Hebatnya lagi, tradisi Rewang dapat membangun inisiatif dan partisipatif masyarakat dengan berbasis sukarela baik itu dalam kehidupan sosial maupun politik. Kontribusi perempuan dalam rewang tentunya sangat berdampak bagi masyarakat. Sehingga pengorbanan mereka menjadi hal yang harus diapresiasi.
Tidak hanya di Jawa saja, tradisi seperti Rewang ini bisa dirasakan hampir di seluruh pelosok di Indonesia, mulai dari Indonesia bagian barat hingga timur.