Masih dalam suasana Lebaran 2023, umat Muslim di Kota Pekalongan, Jawa Tengah punya tradisi warga bersilaturahmi. Namun berbeda dari kebersamaan biasa, khusus dijalankan warga di Kelurahan Krapyak, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, mereka menggelar tradisi Lopis Raksasa sambut bulan Syawal dalam kalender Islam.
Tepatnya tujuh hari sesudah hari raya Lebaran, atau tanggal 8 Syawal, ribuan orang akan berkumpul untuk bersilaturahmi dan saling berkunjung. Tahun ini, acara ini diadakan pada 29 April mendatang. Dalam kebersamaan meriah itu, tradisi ini ditandai dengan kemunculan kue tradisional lopis berukuran raksasa mencapai tinggi dua meter dengan diameter 1,5 meter.
Tau nggak kira-kira berapa beratnya, Sob? Bisa mencapai 225 kg!
Seperti dikutip dari Kompas.com, lopis dalam jumlah besar itu lantas dibagi-bagikan hingga habis tuntas. Warga pun bisa bersama-sama menikmati segala macam hidangan makanan ringan dan minuman yang disediakan secara gratis oleh masyarakat Krapyak.
Biasanya, para pengunjung yang berasal dari Kota Pekalongan dan sekitarnya juga hadir meramaikan sebagai bagian dari kesempatan rekreasi keluarga. Selanjutnya, mereka akan menuju ke objek wisata Pantai Slamaran Indah untuk berlibur.
Sejarah Tradisi Lopis Raksasa
Menurut sejarah, sosok yang pertama kali mencetuskan tradisi Syawalan di Krapyak adalah adalah ulama K.H. Abdullah Sirodj keturunan Tumenggung Bahurekso (Senopati Mataram). K.H. Abdullah Sirodj memilih suguhan lopis sebagai simbol Syawalan di Pekalongan karena panganan berbahan beras ketan itu memiliki daya rekat yang kuat sehingga menyimbolkan persatuan umat.
Bahan ketan untuk membuat lopis, menurutnya, memiliki makna persatuan (dalam bahasa Jawa, kraket berarti erat). Ketan yang sudah direbus memiliki daya rekat yang kuat dibanding nasi dari beras. Tak hanya itu, di dalamnya memuat pesan penting, bahwa sebagai sesama Muslim harus memiliki rasa saling peduli dan mengingatkan satu sama lain. Beras ketan yang putih bersih juga memiliki makna kesucian atau kembali fitri yang terkait dengan suasana Lebaran.
Bungkus lopis dari daun pisang memiliki arti yaitu perlambang Islam dan kemakmuran, bahwa agama Islam selalu menumbuhkan kebaikan dan menjaga karunia Tuhan. Selain itu ikatan atau tali pembungkus lopis dari serat pelepah pisang, melambangkan kekuatan.
Mulanya K.H. Abdullah Sirodj rutin melaksanakan puasa Syawal yang juga menjadi panutan masyarakat sekitar Krapyak dan Pekalongan. Karena itu, warga belum bersilaturahmi pada tanggal 1 Syawal atau Idulftiri demi menghormati yang masih melanjutkan ibadah puasa Syawal. Barulah pada hari ke-8 Syawal, suasana hangat Lebaran di wilayah ini mulai benar-benar terasa.
Lebih lanjut, konon tradisi lopis raksasa sudah ada sejak tahun 1885. Namun, perayaannya mulai dilakukan secara besar-besaran pada 1950 dengan pemotongan lopis berukuran besar oleh kepala daerah setempat.
Makna Tradisi Lopis Raksasa di Kota Pekalongan KH Zaenuddin tokoh masyarakat setempat mengungkap bahwa makna tradisi ini memang berkaitan dengan filosofi dari lopis. Hal ini berhubungan dengan pesan bahwa sesuatu yang sudah dicapai (kembali fitri) harus dijaga agar tidak luntur ataupun berkurang, dan akan lebih baik jika semakin bertambah atau ditingkatkan. Pengikat ini juga memiliki makna hubungan antar manusia terutama sesama muslim untuk selalu menjalin silaturahmi.