Cantik memang menjadi simbol keelokan bagi setiap wanita. Di Indonesia setiap daerahnya memiliki ciri khas atau simbol kecantikan yang berbeda. Salah satu tradisi unik sebagai simbol kecantikan yang hampir punah yaitu Telingaan Aaruu.
Telingaan Aaru atau disebut dengan daun telinga panjang ini merupakan tradisi unik yang berasal dari suku Dayak di Kalimantan. Dikatakan unik karena simbol kecantikan bagi masyarakat Dayak tidak memandang dari wajah, melainkan dari telinga.
Tradisi ini biasanya menunjukkan tentang identitas ke kebangsawanan dan kecantikan bagi wanita. Mereka meyakini jika telinganya semakin panjang, maka semakin cantik pula wanita tersebut. Bagi wanita, mereka dianjurkan memanjangkan telinga tersebut hingga dada.
Tak hanya dipakai wanita, bagi pria yang memanjangkan daun telinganya, maka dapat dikategorikan dengan simbol kebangsawanan. Bagi pria hanya boleh memanjangkan telinganya hingga bahu.
Menarikya, tradisi ini dilakukan sejak bayi. Untuk mengawali tradisi ini biasanya diawali dengan ritual muncuk penikng atau penindikan daun telinga. Kemudian barulah dipasangi benang sebagai pengganti anting.
Setelah luka tindik tersebut sembuh, benang yang dipasangkan ke telinga itu pun diganti dengan pintalan kayu gabus. Setiap minggunya pintalan tersebut akan diganti menjadi ukuran yang lebih besar. Jika pintalan ini terkena air, maka akan semakin mengembang dan menyebabkan lubang telinga juga semakin membesar.
Tak cukup sampai di sana, selepas lubang telah membesar, maka langsung digantungkan dengan anting yang terbuat dari bahan dasar tembaga atau masyarakat di sana biasanya menyebutnya dengan belaong.
Belaong yang telah dipasang akan semakin bertambah satu per satu sesuai dengan usia dan status sosialnya. Dan nantinya lubang telinga yang dipasangi belaong ini semakin lama akan semakin besar dan memanjang.
Tidak sembarang, anting-anting yang dipakai pada tradisi ini terdiri dari dua jenis, yaitu hisang semhaa berarti anting-anting yang dipasang di sekeliling daun telinga, dan hisang kavaat yang bisanya dipasangkan pada daun telinga.
Namun tidak semua suku dayak menerapkan tradisi ini. Hal ini disebabkan karena tradisi ini biasanya dilakukan oleh mereka yang tinggal di pedalaman Kalimantan seperti suku Dayak Kenyah, Sayak Bahau, Dayak Penan, Dayak Kelabit, Sayak Sa’ban, Dayak Kayan, Dayak Taman, dan Dayak Punan.
Tidak semua tradisi Telingaan Aaruu ini sama antar suku dayak pedalaman. Mereka juga memiliki beberapa perbedaan dan pengertian dalam penarapan tradisi memanjangkan telinga ini.
Misalnya, suku Dayak Iban mengartikan Telingaan Aaru sebagai tujuan untuk melatih kesabaran melalui manik-manik yang menempel pada telinga. Mereka akan membiarkan begitu saja telinga yang sudah dilubangi tanpa menggunakan pemberat hingga terlihat lubang besar yang menyerupai angka nol.
Sayangnya, simbol kecantikan di suku Dayak ini sudah ditinggalkan. Dari era 1960-an generasi muda masyarakat Dayaknya sudah tidak mengikuti tradisi tersebut. Mereka menganggap tradisi Telingaan Aaru sudah tidak sesuai dengan kemajuan zaman.
Konon, beberapa wanita Dayak yang terlanjut memanjangkan telinganya ini rela menghilangkan atribut tradisi tersebut dan memotong bagian bawah daun telinganya.
Saat ini yang masih bertahan dengan memanjangkan telinganya adalah hanya orang-orang yang sudah berusia lanjut. Meski demikian, masyarakat Dayak masih melakukan ritual muncuk penikng atau penindikan.