Keunikan pulau Rote yang berada di wilayah administrasi Kabupaten Rote Ndao, provinsi NTT, tak hanya menjadi wilayah Indonesia paling selatan dan mempunyai alat musik tradisional bernama Sasando, namun juga terdapat pada tutup kepala yang khas, lho, Sobat. Topi tradisional tersebut bernama Ti’i Langga yang terbuat dari daun pohon lontar.
Kegiatan menganyam daun lontar memang kerap terlihat di daerah Indonesia paling selatan ini. Karena di daerah tersebut paling banyak pohon lontar tumbuh.
Sekilas, Topi Ti’i Langga ini seperti mirip Topi Sombrero dari Meksiko. Topi khas Pulau Rote memiliki bentuk besar dengan tepian yang lebar. Di bagian atas topi, memiliki bentuk seperti cula unicorn atau jambul. Tingginya bisa mencapai 40 cm hingga 60 cm.
Cula/jambul tersebut sering disebut dengan istilah ‘antena’ yang mempunyai sembilan tingkat. Bagian yang meruncing pada topi tersebut makin lama tidak akan tegak, tetapi cenderung miring dan sulit untuk ditegakan kembali. Konon hal tersebut melambangkan sifat asli orang Rote yang cenderung keras.
Makna Mendalam Topi Ti’i Langga
Jangan hanya terfokus pada bentuknya yang unik, topi tradisional pulau paling selatan Indonesia ini ternyata juga memiliki makna mendalam tentang persatuan. Hal Ini terlihat dari anyaman pada pinggirannya yang terlihat rapi dan kuat, melambangkan suatu bentuk untuk bersatu dan bersama-sama.
Selain itu, makna persatuan juga terlihat dan culanya yang memiliki dua anyaman. Karena jika hanya satu anyaman saja, cula tidak bisa berdiri dengan tegak. Makna topi Ti’i Langga diterapkan dalam keseharian masyarakat di Pulau Rote yang hidup dengan rukun, bersatu, dan damai.
Topi Ti’i Langga juga biasanya digunakan para petinggi di pulau Rote dalam acara kebudayaan. Ucapan pemimpin adat yang tegas melambangkan pula jiwa kepemimpinan, kewibawaan dan percaya diri.
Topi Ti’i Langga Sebagai Hiasan Dinding
Tahukan kamu, jika selain digunakan sebagai tutup kepala topi khas Rote ini juga bisa dijadikan hiasan dinding. Bagi masyarakat di Pulau Rote, ketika ada sebuah keluarga telah menggantung topi Ti’i Lingga di rumah mereka, menunjukkan ada anak perempuan mereka yang telah menikah. Dan jumlah topi yang digantung atau dijadikan hiasan dinding pun disesuaikan dengan jumlah anak perempuan mereka yang telah menikah.
Seiring berjalannya waktu, topi khas Rote ini tak hanya eksklusif dipakai masyarakat setempat, namun juga banyak dijual sebagai cinderamata bagi wisatawan yang berkunjung ke Nusa Tenggara Timur.