Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam. Salah satu bencana yang paling banyak memakan korban adalah tsunami. Oleh karena itu Indonesia perlu alat pendeteksi dini tsunami sebelum bencana tersebut akhirnya naik ke daratan dan menyapu rumah serta fasum masyarakat.
Atas adanya kondisi perwakilan tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas untuk menciptakan alat pendeteksi dini tsunami. Alat yang dibuat oleh tim Sapu Jagad ITS tersebut berbasis infrasound dan diberi nama Observatorium.
Tim Sapu Jagad ITS ini terdiri dari tiga orang yakni Abdul Hadi, Mohammad Naufal Al Farros, dan Nindya Eka Winasis. Ketiganya merupakan perwakilan dari Departemen Teknik Fisika ITS.
Mengenal Observatorium Berbasis Infrasound
Observatorium merupakan alat untuk mendeteksi tsunami melalui infrasound atau suara frekuensi rendah sekitar 0-20 Hertz. Suara ini akan muncul ketika adanya pergeseran dari lempeng bumi.
“Infrasound kami jadikan sebagai sumber deteksi karena memiliki beberapa keunggulan,” ungkap Ketua tim Sapu Jagad, Abdul Hadi.
Mampu mendeteksi frekuensi rendah membuat alat ini unggul, Sob. Tim Sapu Jagad ITS menjelaskan kalau nantinya alat tersebut mampu mendeteksi potensi tsunami lebih cepat 15 menit dibandingkan alat lainnya.
“Dengan begitu warga di sekitar lokasi yang berpotensi tsunami dapat memiliki waktu evakuasi lebih lama,” imbuhnya.
Kalau berbicara tentang desain, tim Sapu Jagad ITS merancangnya menjadi bentuk segi lima. Kemudian untuk penempatannya alat pendeteksi ini diposisikan di atas tanah dan diberi jarak dari 1-3 kilometer per antar elemen.
Menarikya, di setiap elemen ditopang dengan sensor yang berguna sebagai mendeteksi sumber infrasound yang timbul, serta filter noise reduction yang berfungsi untuk mengurangi sinyal yang bakal mengganggu kerja observatorium.
Selain alatnya, tim Sapu Jagad ITS juga tak lupa untuk menyertakan rencana lokasi penempatan observatorium di Indonesia yang disebut sebagai Triangulasi Observatorium. Untuk lokasi penempatannya pun nggak bisa sembarangan karena harus sesuai dengan peta seperti ring of fire, peta potensi bencana, peta bantuan induk, dan perpotongan garis diagonal pada peta. Sejauh ini ada tiga titik yang dipilih sebagai tempat observatorium yaitu Malang, Padang, dan Palu.
“Terpilihnya ketiga lokasi tersebut sudah dapat menjangkau seluruh lokasi yang ada Indonesia apabila suatu gempa yang berpotensi tsunami terjadi,” tambahnya.
Kini berkat inovasi tersebut tim mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membawa pulang medali perunggu yang diikutsertakan dalam ajang Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (Gemastik) XV 2022.
“Jika observatorium kami direalisasikan dan digunakan di Indonesia, maka bisa lebih banyak pula nyawa yang bisa diselamatkan saat sebelum terjadi tsunami,” pungkas mereka.