Kemajuan industri nikel dalam negeri ditentukan oleh produktivitas sejumlah perusahaan tambang. Sejauh ini, ada beberapa perusahaan yang menggerakkan roda industri nikel Indonesia. Di antaranya, tiga pemain industri nikel Indonesia sambut momentum transisi energi bersih di masa transisi energi. Intip di sini ya, Sob!
Peralihan atau transisi energi hijau membutuhkan komoditas mineral seperti nikel. Seperti tembaga, cadangan nikel tersedia melimpah di seluruh cakupan wilayah Indonesia. Maka ini amat menguntungkan dari proses peralihan menuju net-zero emission. Terlebih bagi pabrik kendaraan listrik dan baterai di sektor hilir pemanfaatan hasil olahan mineral.
Sementara itu, di hulu, sedikitnya ada tiga perusahaan logam yang berperan menyediakan aset nikel sebagai pasokan untuk logam baterai. Seperti dilansir Kontan, mereka adalah PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), PT. Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM). Kita cari tau, yuk, Sob!
IMIP
PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) memiliki pabrik di Blok Bahadopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah yang dibangun tahun 2013. IMIP merupakan perusahaan pengelola kawasan industri berbasis nikel yang terintegrasi dengan produk utama berupa nikel, stainless steel, dan carbon steel.
Kabupaten Morowali yang menjadi tempat PT Indonesia Morowali Industrial Park merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kandungan nikel berkualitas. Daerah ini menjadi bagian hilir dari industri nikel berskala besar di Indonesia yang terintegrasi dengan bisnis pendukung berupa coal power plant, pabrik mangan, silikon, chrome, kapur, kokas, hingga pelabuhan, dan bandara.
IMIP merupakan kerja sama Bintang Delapan Group dari Indonesia dengan Tsingshan Steel Group dari Tiongkok. Tsingshan Group merupakan perusahaan terbesar di dunia di bidang pengolahan Nikel dan sudah menguasai teknologi pengolahan yang lengkap dengan teknologi maju dan modern. Sebelum membangun industri berbasis nikel di Morowali, Tsingshan Group memiliki 3 unit produksi nikel pig iron (NPI) dengan kapasitas 2 juta ton dan 3,4 juta ton Stainless Steel.
IMIP melaksanakan tanggung jawabnya kepada lingkungan dan masyarakat sekitar melalui program keberlanjutan di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, lingkungan, sosial, dan budaya. Sejak 2018, IMIP disebutkan menguasai industri nikel Tanah Air sebesar 50%, lalu disusul PT Vale Indonesia Tbk yang turun menjadi sebesar 22%, Virtue Dragon 11%, Harita 6%, Antam juga turun menjadi hanya 5%, serta lainnya sebesar 6%.
INCO
Awal sejarah PT Vale atau INCO dimulai dengan eksplorasi di wilayah Sulawesi bagian timur pada tahun 1920-an. Kegiatan eksplorasi tersebut menjadi kajian dan pengembangan yang terus dilanjutkan pada periode kemerdekaan dan selama kepemimpinan Presiden Soekarno.
Pabrik utama INCO terletak di Sorowako, Sulawesi Selatan. Perusahaan PT Vale ini sebelumnya memiliki nama perusahaan International Nickel Indonesia Tbk dan memulai kegiatan usaha komersilnya pada 1978.
Diketahui jika pemegang 5% saham PT Vale Indonesia Tbk adalah Canada Limited atau sekitar 43,79%, lalu ada PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) dengan 20% saham dan Sumitomo Metal Mining Co, Ltd dengan 5,03%.
Ruang lingkup kegiatan INCO sendiri adalah pertambangan, perdagangan besar, pengangkutan, pengadaan listrik, real estate, pengelolaan air limbah, hingga pengelolaan daur ulang sampah. Lebih tepatnya PT Vale atau INCO ini menambang bijih nikel lalu memprosesnya menjadi nikel dalam matte (produk yang digunakan dalam pembuatan nikel rafinasi) dengan penambangan dan pengolahan terpadu.
INCO menjadi acuan (proxy) terbaik terhadap London Metal Exchange (LME). Sebab, harga nikel matte milik INCO terkait langsung dengan LME. Selain itu, pipeline proyek HPAL milik INCO merupakan yang terbesar kedua setelah MDKA. Adapun risiko keterlambatan proyek INCO relatif kecil karena bekerja sama dengan Huayou yang telah memiliki rekam jejak positif untuk melaksanakan Proyek HPAL.
ANTAM
Selain IMIP dan INCO yang disebut-sebut sebagai pemain penting di sektor nikel, ada juga PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM). ANTAM berada di posisi yang diuntungkan dari adanya lonjakan permintaan bijih nikel untuk mendukung smelter nikel di Indonesia, mengingat sumber daya nikel ANTM yang melimpah.
Sebagai anggota dari MIND ID (Mining Industry Indonesia), ANTAM terdiversifikasi dan terintegrasi dan berorientasi ekspor. Melalui wilayah operasi yang tersebar di seluruh Indonesia yang kaya akan bahan mineral, kegiatan ANTAM mencakup eksplorasi, penambangan, pengolahan serta pemasaran dari komoditas bijih nikel, feronikel, emas, perak, bauksit, dan batubara. Inilah yang membuat kedudukan ANTAM termasuk tiga pemain industri nikel di Tanah Air yang patut dicatat.
ANTAM juga memiliki konsumen jangka panjang yang loyal di Eropa dan Asia. Dengan rekam jejak panjang, yakni didirikan sebagai Badan Usaha Milik Negara pada tahun 1968, ANTAM memiliki arus keuangan yang solid dan manajemen keuangan yang berhati-hati. ANTAM sadar dengan kepentingan untuk mengelola risiko perusahaan dengan baik. Maka, kegiatan perusahaan tak hanya hanya berbasis tanggung jawab sosial bagi pengembangan masyarakat, tapi juga lingkungan hidup.
Hanya saja, risiko utama dari ANTAM adalah penundaan pelaksanaan proyek rencana joint venture (JV) untuk mengembangkan pabrik HPAL. Ini mengingat ANTAM telah menunda penyelesaian proyek smelter FeNi Halmahera selama beberapa tahun.
Itu dia, Sob, sekelumit profil dari tiga pemain industri nikel Indonesia.