Kenaikan serta kelangkaan harga minyak goreng menjadi polemik yang berlarut-larut sejak akhir tahun 2021 hingga kini. Umumnya, kelangkaan harga pangan disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adanya penimbunan yang dilakukan mafia/kartel. Dan siapa sangka, ternyata di balik kelangkaan migor, Kejaksaan Agung mengumumkan 4 tersangka mafia minyak goreng lah yang menjadi penyebabnya.
Tersangka yang terlibat dalam mafia minyak goreng telah diumumkan pada Selasa, (19/4) oleh Jaksa Agung RI ST Burhanuddin. Kemarin, Burhanuddin mengabarkan bahwa Tim Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus telah menetapkan 4 orang tersangka Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO/ minyak sawit mentah) dan Turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Dan fakta yang lebih mengejutkannya lagi, dari deretan tersangka mafia kayak goreng ada satu sosok pejabat yaitu Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) berinisial IWW. Selain itu ada juga inisial MPT, SM dan PTS.
Hasil Penyelidikan Kejaksaan Agung
Lebih lanjut, Burhanuddin menjelaskan bahwa dari hasil penyelidikan juga telah ditemukan alat bukti yaitu beberapa perusahan ekspor yang melawan hukum dan kerja sama yang dilakukan oleh salah satu pejabat di Kemendag.
Kejaksaan memulai penyelidikan dari menelaah kebijakan pemerintah dalam upayanya mengatasi kelangkaan minyak goreng. Kemendag diketahui pernah menerapkan kebijakan wajib pemenuhan kebutuhan domestik (domestic market obligation/ DMO) dengan harga domestik (domestic price obligation/ DPO) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya. Serta, menetapkan harga eceran tertinggi (HET) migor sawit.
“Namun dalam pelaksanaannya eksportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah,” kata Burhanuddin saat jumpa pers, Selasa (19/4/2022).
Selain temuan bahwa ada perusahan yang diperbolehkan ekspor namun tidak memenuhi DMO, pihak Kejagung juga menemukan dan memeriksa 19 orang saksi, 596 dokumen dan surat terkait lainnya serta keterangan ahli.
“Dengan telah ditemukannya alat bukti cukup, yaitu minimal 2 alat bukti, sebagaimana dimaksud dalam pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka pada hari ini, Selasa, 19 April 2022, Jaksa Penyidik telah menetapkan tersangka perbuatan melawan hukum,” kata Jaksa Agung.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan 4 tersangka ini adalah pemufakatan antara pemohon dan pemberi izin untuk fasilitas persetujuan ekspor, mengeluarkan persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat, mendistribusikan CPO dan RBD Olein dengan harga tidak sesuai harga penjualan dalam negeri (DPO) dan juga tidak mendistribusikan 20% dari ekspor CPO dan RBD Olein ke pasar dalam negeri sesuai ketentuan DMO.
Modus Operandi Mafia Minyak Goreng & Hukum yang Menjeratnya
Kejagung menjelaskan bahwa 4 tersangka tersebut memiliki peran masing-masing. IWW sebagai pihak yang menerbitkan persetujuan ekspor CPO sedangkan tersangka MPT, SM, PTS berkomunikasi intens dengan IWW untuk pengajuan permohonan persetujuan ekspor CPO yang tidak memenuhi syarat DMO.
“Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan. Terhitung sejak 19 April hingga 8 Mei 2022,” kata Burhanuddin.
Adapun hukum yang menjerat para tersangka di balik kelangkaan kasus minyak goreng disebutan Kejagung telah melanggar beberapa peraturan:
- Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a,b,e dan f Undang-Undang (UU) No 7/2014 tentang Perdagangan.
- Keputusan Menteri Perdagangan No 129/2022 jo No 170/2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (domestic market obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (domestic price obligation)
- Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, Jo. Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RBD Palm Olein dan UCO.