Mahasiswa UGM berhasil kembangkan tempat sampah ramah lingkungan yang bisa mengolah limbah masker medis menjadi bahan organik. Tempat sampah tersebut terbuat dengan tambahan agen biodegradasi yang berupa Pseudomonas aeruginosa.
Tempat sampah yang berukuran 29x14x100 cm ini telah dilengkapi dengan mesin penghancur atau sering disebut dengan shredder yang berfungsi untuk mencacah masker medis menjadi cacahan kecil. Lalu, pada bagian bawahnya dipasangkan sensor ultrasonik yang dihubungkan dengan mikrokontroler dan spryer.
Nantinya, ketika cacahan masker melewati sensor, maka secara otomatis spryer yang telah diisi dengan larutan bakteri akan disemprotkan pada cacahan masker tersebut. Tidak hanya itu, di bagian dasar tempat sampah tersebut juga sudah didesain sedemikian rupa. Hal ini bertujuan agar cacahan masker medis yang terdegradasi oleh mikroba akan langsung masuk ke dalam tabung penampungan.
Tim yang tergabung dalam pengembangan tempat sampah tersebut terdiri dari Muhammad Ardillah Rusydan (ketua tim), Gizela Aulia Agustin (Biologi), Isthafaina Dea Fairus (Gizi Kesehatan), dan Asyifa Rizki Daffa (Teknik Nuklir 2020) di bawah bimbingan Dr. Endah Retnaningrum S.Si.,M.Eng.
Ardillah selaku Ketua Tim mengatakan proses pengolahan limbah masker medis menggunakan cara yang ramah lingkungan dan tidak meninggalkan bahan yang sulit terurai di lingkungan.
Ia juga menerangkan bahwa limbah masker akan diurai oleh mikroba dalam waktu sekitar 10-14 hari. Meskipun melalui proses yang lama, tetapi dengan adanya alat tersebut bisa mempercepat proses degradasi pada masker.
“Proses pemanasan dan penambahan nutrient serta penambahan jenis mikroba akan dapat mempercepat proses degradasi dari sampah medis,” tuturnya lagi.
Di sisi lain, Asyifa, salah satu anggota dari tim pengembang inovasi tempat sampah masker medis ini mengatakan ide membuat tempat sampah tersebut berawal dari keprihatinan terhadap banyaknya limbah masker medis selama pandemi Covid-19.
Berdasarkan hasil penelitian Sangkham, per 31 Juli 2020 memperlihatkan adanya peningkatan penggunaan masker medis 2.228.170.832 buah. Sementara dari Indonesia sendiri menyumbang sebanyak 159.214.791 buah limbah masker medis.
Selain itu, ia juga menyampaikan selama ini dalam menangani sampah medis masih belum terlalu efektif. Berdasarkan Life Cycle Assessment (LCa) menyebutkan proses pembakaran sampah atau yang disebut dengan insinerasi dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Oleh karenanya, diperlukan sebuah inovasi baru terhadap alat pengolahan sampah medis yang bersifat ramah lingkungan dan bisa menghasilkan sedikit polusi. Dalam hal ini, tim mahasiswa UGM ini memanfaatkan mikroorganisme dengan kemampuan mendegradasi bahan anorganik dan diubah menjadi bahan organik.