Negeri dengan jutaan kekayaan budaya memang cocok dijuluki untuk Indonesia. Bahkan budaya-budaya tersebut tak hanya dibanggakan di dalam negeri saja tetapi juga di mata dunia. Salah satunya seperti Tari Lumense yang berasal dari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Tari Lumense pertama kali ditemukan di Tokotu’a, kecamatan Kabaena oleh suku Moronene yang merupakan suku asli di Bombana. Nama Tari Lumense berasal dari kata “lumee” yang berarti “mengais” dan “e’ense” yang berarti “meloncat”. Sehingga tarian tersebut bisa diartikan sebagai tarian dengan gerakan yang mengais sambil melompat-lompat.
Tarian ini bukanlah sekadar tarian biasa, melainkan tarian yang biasa dilakukan untuk ritual adat tertentu. Misalnya seperti ritual per olia atau pemanggilan roh halus yang dianggap sebagai penjaga daerah (negeri). Ritual mistis yang dilakukan oleh suku Moronene lainnya adalah tangkeno. Biasanya ritual ini dilakukan oleh satu desa wisata di kawasan pedesaan yang berada di kaki Gunung Sangia Wita sehingga desa tersebut disebut dengan ‘Tangkeno Molla’.
Pada zaman dahulu, tidak semua orang bisa menarikan tarian ini karena merupakan sarana ritual yang sakral. Hanya ‘wolia’ atau keturunan asli dari sang penari yang boleh melakukan ritual ini. Pada pelaksanaannya, Tari Lumense memiliki aura mistik masih sangat kental. Pasalnya, penari yang melakukan tarian ini biasanya bergerak seperti orang yang kerasukan roh halus.
Beberapa orang yang terlibat dalam ritual tersebut biasanya juga akan melakukan tebas pisang, guna mengusir roh halus yang mendiami desa mereka. Ritual Tari Lumense perlahan mulai hilang sejak penyebaran agama Islam masuk ke Indonesia. Hal itu dikarenakan ritual tersebut dianggap bertentangan dengan syariat Iislam dan disebut sebagai perbuatan syirik atau menyekutukan Tuhan Yang Maha Esa.
Di masa seperti saat ini, ritual yang terdapat pada Tari Lumense tidak lagi digunakan. Namun, Tarian Lumense masih bisa dilakukan dan banyak berkolaborasi dengan seniman kontemporer lainnya di Indonesia. Tarian ini juga telah menjadi tarian penyambut tamu yang berkunjung ke wilayah Sulawesi Tenggara. Mengenai jumlah penari, Tari Lumense melibatkan 12 penari perempuan. Uniknya, mereka dibagi menjadi dua peran yang berbeda di mana 6 orang menjadi wanita dan 6 orangnya lagi menjadi pria.
Kostum yang digunakan oleh penari dalam Tari Lumense ini adalah pakaian adat dari Kabaena. Penari yang menjadi wanita mengenakan rok berwarna maroon dan atasan hitam. Sedangkan penari yang menjadi pria mengenakan taincombo dengan selendang dengan sarung parang yang terbuat dari kayu di selipan pinggangnya.
Saat sudah berada di atas panggung, gerakan maju mundur sebagai pembuka akan dilakukan oleh penari. Setelah itu, penari mulai bergerak berbentuk formasi Z dan S secara berulang. Setelah itu, gerakan selanjutnya adalah gerakan dinamis ibing, mengais sambil jinjit seperti melompat. Gerakan tersebut hanya dilakukan oleh 11 penari saja, sedangkan 1 penari sebagai pria melakukan gerakan menebas pohon.