Selama hampir 2 tahun ini, industri keuangan Indonesia termasuk salah satu yang terdampak oleh pandemi Covid-19. Diprediksi masuk tahun 2022, industri keuangan di Indonesia tercatat masih harus menghadapi kondisi pandemi.
Hal ini diungkap langsung oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso. Ia menyebut jika pandemi ditambah dengan munculnya varian baru, merupakan tantangan pertama industri keuangan Indonesia yang harus dihadapi di tahun 2022.
“Ini harus menjadi perhatian kita,” ujar Wimboh Santoso, dalam Peresmian Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2022, Senin (3/1/2022).
Selain pandemi, tantangan lainnya dalam industri keuangan yaitu Indonesia masih mempunyai pembiayaan proyek strategis yang jumlahnya cukup besar. Kebanyakan proyek strategis ini berada di sektor infrastruktur untuk penciptaan lapangan kerja.
Tantangan selanjutnya di industri keuangan Indonesia pada 2022 adalah normalisasi dari kebijakan di negara-negara maju. Inflasi yang terjadi di negara-negara global juga bisa berdampak pada industri keuangan Indonesia.
Penurunan emisi karbon juga menjadi tantangan yang harus dihadapi industri keuangan Indonesia di tahun 2022. Indonesia diketahui akan memberlakukan pajak karbon/carbon tax mulai 1 April 2022 mendatang.
Sedangkan tantangan yang juga harus dihadapi oleh industri keuangan adalah digitalisasi. Digitalisasi sudah lekat dengan perkembangan teknologi yang semakin mutakhir dan mempermudah pekerjaan manusia. Teknologi sebaiknya tidak dihindari, melainkan harus cepat beradaptasi.
“Ini bagaimana kita bisa hadapi itu ini sudah menjadi agenda indonesia di G20 sehingga pasar modal harus menjawab tantangan tantangan ini,” kata Wimboh.
Kinerja Industri Keuangan di 2021
Meski sempat terdampak saat pandemi, industri keuangan Indonesia masih bisa mendukung pemulihan kegiatan perekonomian negara dengan capaian-capaiannya di tahun 2021.
OJK lebih lanjut mengatakan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan hingga akhir 2021 kemarin tetap terjaga berkat fungsi intermediasi perbankan dan penghimpunan dana di pasar modal yang terus membaik.
Diketahui, penghimpunan dana di pasar modal hingga 24 Desember tercatat sebesar Rp358,4 triliun, yang merupakan nilai tertinggi sepanjang sejarah. Selain itu, jumlah perusahaan yang baru tercatat dilaporkan mencapai 54 emiten yang sebagian besar digunakan sebagai modal kerja.
Sedangkan di fungsi intermediasi perbankan, diketahui telah tumbuh sebesar 4,82% yoy atau 4,17% ytd didorong peningkatan pada kredit UMKM dan ritel.
Sektor industri keuangan non bank (IKNB) seperti sektor asuransi juga berhasil menghimpun premi pada bulan November 2021 sebesar Rp26,1 triliun.
Dan dari sektor fintech atau jasa peminjaman uang terus mencatatkan pertumbuhan outstanding pada November 2021 yaitu sebesar 106,6% yoy atau meningkat Rp1,2 triliun (ytd: Rp13,8 triliun).