Meski pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berakhir, namun pihak WHO hingga epidemiolog banyak yang telah mengatakan bahwa akhir pandemi sudah di depan mata. Harusnya, ini menjadi kabar baik bagi dunia industri Indonesia yang terhantam hebat karena Covid-19. Namun siapa sangka, ternyata dunia industri RI harus menghadapi tantangan baru meski telah lolos dari pandemi.
Hal ini diungkapkan oleh Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment dari INDEF, Ahmad Heri Firdaus. Menurutnya, setelah pandemi Covid-19, ada isu yang dampaknya dirasakan betul oleh dunia industri nyata imbas konflik geopolitik Rusia-Ukraina dan juga kenaikan harga BBM di Indonesia.
Lebih lanjut, Ahmad Heri mengelaborasi dampak dari konflik geopolitik yang berdampak pada naiknya harga energi.
“Terkait kenaikan harga energi yang mengerek kenaikan harga transportasi. BBM naik, inflasi tinggi, suku bunga acuan meningkat. Artinya bunga kredit juga lebih tinggi, sehingga mengancam ekspansi, yang tadinya siap ekspansi menjadi tertunda,” tegas Ahmad Heri, Jumat (23/9/2022).
Kenaikan harga energi yang menyebabkan melonjaknya harga transportasi. Harga transportasi meroket tentunya membebankan ongkos produksi yang dikhawatirkan berujung ke pengurangan tenaga kerja.
“Jadi, kenaikan biaya produksi bisa menyebabkan tertundanya ekspansi, atau bahkan penyesuaian input produksi, dikhawatirkan mereka mengurangi tenaga kerja,” kata Ahmad Heri.
Ekonom lainnya yaitu Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah juga mengamini bahwa industri RI masih menghadapi sejumlah tantangan baru lainnya di tatanan global. Gejolak geopolitik perang Rusia-Ukraina yang kemudian menjadi pemicu atas disrupsi mata rantai pasokan global, sehingga terjadi permasalahan krisis pangan dan energi yang kemudian memicu lonjakan inflasi di banyak negara.
“Jadi ini karena memang permasalahan ada di global yang kemudian berdampak ke masing-masing negara, maka solusinya memang harus di global,” tegasnya.
Senada dengan Ahmad Heri, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menyebut kondisi perekonomian Indonesia tidak akan terlepas dari kondisi perekonomian global.
“Ini sudah kita rasakan selama ini, pandemik 2,5 tahun, sekarang ada masalah geopolitik yang disertai dengan permasalahan supply chain dan inflasi, serta kebijakan-kebijakan makro ekonomi yang ketat,” terangnya.
Pemerintah Diharapkan Membantu
Terkait dengan tantangan-tantangan yang ditimbulkan usai konflik geopolitik Rusia-Ukraina dan kebijakan kenaikan BBM, menurut para ekonom Indonesia, pemerintah bisa membantu dunia industri dengan memberikan stimulus maupun insentif.
“Agar industri tetap berjalan, katakan diberikan fasilitasi dalam rangka industri sedang mengalami tekanan harus dibantu, katakan dalam biaya logistik, fasilitas ekspor, ekspor ikan kapal mahal, diberikan diskon tarif listrik untuk jam tertentu, apapun yang bisa berdampak langsung terhadap industri,” ungkap Ahmad Heri.
Lebih lanjut, Ahmad Heri juga berharap dengan keanggotaan Indonesia dalam sejumlah forum dunia seperti G20, ASEAN dan lainnya bisa memperkuat kerjasama yang menguntungkan, terutama untuk aliran barang dan jasa hingga kerja investasi perdagangannya.
Forum-forum seperti G20 juga bisa bersama-sama membicarakan dan menyelesaikan isu restriksi ekspor untuk menjaga stok pangan seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara.
Sedangkan ekonom Yose Rizal Damuri mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk meretas permasalahan ekonomi di tatanan global ini adalah kerja sama.
“Satu-satunya cara adalah kerja sama ekonomi. Kalau tidak ada kerja sama, dan masing-masing jalan sendiri, malah masing-masing akan merugikan orang atau negara lain,” pungkasnya.