Edamame merupakan jenis tanaman kacang-kacangan yang asalnya dari Jepang. Wujdunya seperti kacang kedelai dengan ukuran besar dan warna hijau. Umumnya kacang ini dihidangkan di restoran atau kedai Jepang selayaknya kudapan atau selingan ketika kamu makan, Sob. Pernah mencoba?
Kacang berwarna hijau ini termasuk dalam super foods yang mengandung banyak vitamin seperti A, C, serat, dan protein, Sob. Nah, kabar baiknya tanaman ini berpotensi positif untuk menambah devisi negara dan meningkatkan pajak daerah, gurih abis!
Bupati Jember, Hendry Siswanto mengatakan kehadiran tanaman edamame dapat memperkaya komoditas di Indonesia, khususnya untuk di wilayahnya. Namun yang disayangkan produksi edamame Tanah Air masih sedikit dan jauh dari kebutuhan pasar.
Berdasarkan pantauannya, total produksi edamame di Jember hanya sekitar 6.000 ton per tahun sedangkan kebutuhan pasar Jepang memerlukan 75.000 ton per tahun.
“Masih ada peluang ekspor yang sangat besar. Oleh karena itulah, produksinya perlu ditingkatkan lagi. Pemkab Jember membuka ruang kerja sama selebar-lebarnya kepada perusahaan yang bergerak di bidang budidaya edamame dan siap membantu hal-hal yang diperlukan, seperti penyediaan lahan,�? jelasnya.
Nah, kebetulan di daerah Jember, Jawa Timur, tumbuhan ini justru telah dibudidayakan dengan baik yang dikembangkan melalui PT Gading Mas Indonesia Teguh (GMIT). Sekadar tambahan informasi, PT Gading Mas Indonesia Teguh (GMIT) sendiri merupakan anak perusahaan dari PT Austindo Nusantara Jaya, Tbk.
Pengembangan Edamame dilakukan di lahan milik PT Gading Mas Indonesia Teguh (GMIT) yang berada di Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Salah satu yang menjadi petani binaan dari pengembangan tanaman ini ialah Mualim. Sejauh ini Mualim bergerak di bidang produk unggulan edamame yang dipasarkan ke dalam negeri dan luar negeri, Sob.
Apabila Mualim berhasil konsisten dan mempertahankan kualitas buahnya maka keuntungan yang akan dicapai Mualim nggak main-main, loh. Pasalnya jika dirinya melakukan panen 9-10 ton per hektare, maka bapak tiga anak ini akan mendapatkan untung minimal Rp8 juta per ha. Sedangkan saat ini dirinya mengelola lahan seluas 3,9 ha dengan keuntungan kira-kira sekitar Rp24 juta hingga Rp36 juta per panen.
Menurut Waluyo selaku Direktur Estate PT GMT, pihaknya telah menyeleksi sangat ketat untuk petani binaan. Salah satu yang menjadi kriterianya adalah mau bekerja keras atau berkomitmen tinggi, mampu menyediakan lahan, dan memiliki akses baik terhadap pekerja atau buruh tani di lingkungannya.
Lantas bagaimana yang nggak punya lahan? Peserta binaan nggak perlu punya lahan karena panitia akan memberikan modal usaha termasuk biaya sewa lahan, Sob. Ciamik! Selain itu, petani binaan juga akan mendapatkan benih, pupuk serta obat-obatan untuk menangani organisme penanggung tanaman (OPT). FYI, petani juga dibimbing oleh pendamping secara intens selama proses budidaya.
“Pendamping ini diperlukan agar edamame yang dihasilkan bisa memenuhi standar mutu dan keamanan pangan yang diisyaratkan oleh negara-negara tujuan ekspor. Hal itu karena mayoritas produknya untuk pasar luar negeri,�? tutur Margo.
Perlu dipahami, pola budidaya tanaman ini berkonsep ramah lingkungan. Maka dari itu diharapkan budidaya ini bisa membantu untuk memperbaiki lahan pertanian di Jember di mana sebelumnya sempat terkontaminasi oleh bahan kimia pupuk atau pestisida.
Nggak menyangka ternyata dari kacang-kacangan saja, Indonesia bisa menambah devisa negara dan daerah penghasil edamame bisa mendapatkan keuntungan. Permintaan ada, petani pun bahagia, deh! Semoga semakin banyak orang yang ikut membudidayakan tumbuhan ini, ya.