Naiknya harga minyak dunia, membuat pemerintah Indonesia bekerja keras dalam menahan kenaikan harga bensin dan listrik yang berakibat pada kenaikan harga barang lainnya. Salah satu cara adalah menambah alokasi subsidi dan kompensasi energi.
Penambahan alokasi subsidi dan kompensasi energi tersebut telah disepakati bersama DPR R!. Diketahui subsidi sebesar Rp74,9 triliun dengan rincian Rp71,8 triliun diberikan untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG sekitar Rp3,1 triliun untuk listrik. Sedangkan untuk kompensasi energi seperti BBM dan LPG diperkirakan mencapai Rp324,5 triliun.
Jumlah kompensasi tersebut terdiri dari tambahan kompensasi pada 2022 sebesar Rp216,1 triliun, di mana kompensasi BBM sebesar Rp194,7 triliun dan kompensasi listrik sebesar Rp21,4 triliun.
Menurut Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yunus Prastowo, pemerintah terus mencermati dinamika dan situasi kondisi geopolitik global yang berdampak pada situasi domestik. Ia menilai jika situasi geopolitik global secara umum ke depan akan dinamis.
Penilaian itu ia lihat dari hasil keputusan dalam Rapat bersama Badan Anggaran untuk penambahan alokasi subsidi dan kompensasi energi yang mengacu pada asumsi tertentu yakni kondisi harga Indonesian Crude Price (ICP) sebesar US$100 per barel.
“Subsidi (diberikan) dalam rangka menjaga daya beli pada situasi yang menantang,” ujar Yustinus seperti dikutip Kontan pada Senin (23/5/2022).
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno menjelaskan keputusan penambahan alokasi subsidi dan kompensasi energi merupakan solusi terbaik saat ini untuk rakyat Indonesia.
Namun, dengan keputusan tersebut pemerintah Indonesia harus menanggung beban subsidi yang membengkak. Jika tidak dilakukan alokasi subsidi dan kompensasi BBM serta LPG, kemungkinan besar akan berdampak pada kenaikan harga BBM serta listrik yang berakibat daya beli masyarakat terhadap suatu barang menurun drastis.
Terlebih lagi yang ditakuti adalah terjadi inflasi. Maka dengan menambahkan alokasi subsidi dan kompensasi tersebut harga jual BBM dapat tetap terjaga. Diketahui pula, beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo sendiri memastikan jika pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM subsidi (Pertalite).
‘Pekerjaan rumah’ yang harus diperhatikan pemerintah saat ini adalah diperlukannya peran aparat dan Pertamina dalam menjamin penyaluran BBM dan LPG subsidi tepat sasaran ke masyarakat.
Sekedar informasi saja, data Kementerian Keuangan sendiri saat ini mencatat jika arus kas operasional Pertamina berpotensi mengalami defisit hingga US$12,98 miliar di akhir 2022. Sementara untuk arus kas operasional PLN berpotensi mengalami defisit hingga Rp71,1 triliun.