Lygend Resources & Technology, perusahaan perdagangan nikel asal Tiongkok bakalan melakukan penawaran umum perdana di bursa Hong Kong. Kabar baiknya, perusahaan tersebut akan membidik smelter nikel RI sebagai sentral ekspansi perusahaan, Sob!
Wah, tentu kabar baik di tengah kegelapan resesi global, dong, ini, ya. Melansir prospektus IPO, Lygend bakal galang dana sampai US$ 594 juta atau sekitar Rp9,21 triliun sebagai biaya ekspansi bisnis di Indonesia. FYI, saham Lygend bakal diperdagangkan per 1 Desember di Bursa Saham Hongkong.
Untuk rincian dana ekspansi tersebut, 54% dana IPO digunakan untuk pengembangan dan pembangunan proyek produksi nikel di Pulau Obi Indonesia. Kemudian 24% dana IPO untuk modal tambahan di Contemporary Brunp Lygend (CBL), perusahaan patungan bersama Contemporary Amperex Technology (CATL).
CBL sendiri akan fokus di berbagai proyek yang ada di Indonesia pada seluruh rantai industri kendaraan listrik baru (NEV). Mulai dari eksplorasi tambang nikel, produksi nikel dan bahan baterai NEV, hingga manufaktur serta daur ulang baterai NEV.
Lalu, sekitar 9,6% dana IPO akan dipergunakan untuk melakukan investasi di tambang nikel potensial yang ada di Tanah Air. Sisanya lagi 10% untuk modal kerja dan kegiatan umum perusahaan.
Dari ekspansi masif pada smelter nikel RI ini, memungkinkan perusahaan dagang nikel untuk meningkatkan ekspor logam dalam jumlah tokcer, di tengah tingginya permintaan Tiongkok akan nikel.
Dalam prospektus IPO, Lygend menyebutan parnert kolaborasinya di Indonesia adalah PT Trimegah Bangun Persada (TBP) yang juga bergerak di bidang pertambangan dan produksi nikel, Sob. Bersama TBP, Lygend akan membentuk enam entitas patungan yang operasi bisnisnya ada di Pulau Obi, termasuk PT Halmahera Persada Lygend (HPL), PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF), PT Obi Nickel Cobalt (ONC), PT Karunia Permai Sentosa (KPS), PT Dharma Cipta Mulia (DCM) dan PT Obi Stainless Steel (OSS).
Perihal kerja sama, perusahaan nikel asal Tiongkok tersebut akan menanggung besaran investasi sebesar US$489,9 juta (Rp7,59 triliun) lalu Trimegah Bangun Persada telah menanggung US$438,1 juta (Rp6,79 triliun). Sementara itu, Lygend juga masih akan menanggung jumlah investasi tambahan US$649,5 juta (Rp10,07 triliun) dan Trimegah senilai US$391,2 juta (Rp6,06 triliun).
Walau besaran investasi yang harus dikeluarkan nampak banyak, namun jika Indonesia dan smelter nikel RI turut mendapatkan manfaatnya, kenapa tidak? Semoga dengan dana tersebut, industri Indonesia makin tambah maju, ya!