Muhammad Rifky Wicaksono merupakan seorang dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) yang baru-baru ini lulus dari Universitas Harvard dan memperoleh dua penghargaan sekaligus. Ia juga ternyata pernah tidak lulus UN saat SMA.
Dosen UGM berusia 28 tahun ini menerima gelar master hukum dari Universitas Harvard setelah lulus dan mendapatkan nilai tertinggi di dua mata kuliah, yaitu Mediation dan International Commercial Arbitration. Berkat prestasi tersebut ia memperoleh dua gelar Dean’s Scholar Prize.
Tak hanya itu, ia juga mendapatkan predikat Honors untuk tesisnya yang merumuskan ‘Theory of Harm’ baru untuk hukum persaingan usaha Indonesia dalam menganalisis merger di pasar digital.
Perlu diketahui, Rifky merupakan orang Indonesia pertama yang lulus dari program Master of Laws Harvard Law School yang dikenal sebagai almamater mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.
“Alhamdulillah, sangat bersyukur bisa menyelesaikan studi dalam waktu 10 bulan dan wisuda kemarin Mei,” ujar Rifky dikutip dari laman UGM.
Sebelumnya, pada 2017 Rifky juga pernah menjadi orang Indonesia pertama yang mendapat gelar Magister Juris dari Universitas Oxford melalui beasiswa Jardine Foundation. Lagi-lagi pada kampus tersebut ia mengharumkan nama bangsa dengan meraih penghargaan Distinction yang merupakan predikat akademik tertinggi bagi studi master hukum.
Sambil bercerita, ia juga pernah tidak lulus UN saat masih SMA. Kala itu ia lengah untuk belajar mempersiapkan Ujian Nasional karena terlalu fokus dengan mempersiapkan lomba debat internasional.
“Gagal UN waktu itu menjadi salah satu titik balik kehidupan saya. Saya belajar bahwa kesuksesan tidak bisa instan dan hanya mengandalkan bakat. Perjuangan kita saat menjalani proses itu ternyata lebih penting,” tuturnya.
Namun Rifky tidak patah semangat. Dari kegagalan tersebut ia terus berusaha dan belajar lebih keras. Alhasil ia pun berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum UGM pada 2010 lalu. Semasa menjadi mahasiswa UGM ia juga pernah meraih penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi FH UGM 2012.
Tak sendirian, ia bersama ketiga mahasiswa lainnya pun juga turut mendapat juara nasional yang mewakili Indonesia dalam lomba peradilan semu Philip C Jessup International Law Moot Court Competition. Selain itu, pada 2014 ia berhasil lulus dari FH UGM dengan perolehan IPK hampir sempurna, yakni 3,95.
Seusai lulus, Rifky sempat bekerja di sebuah firma hukum ternama di tanah air yaitu Assegaf Hamzah and Partners. Namun, setelah satu tahun bekerja di sana ia memutuskan untuk kembali ke almamater tercintanya untuk mengabdi sebagai asisten dosen.
Pada 2016, Rifky mulai mencoba mengikuti beasiswa Jardine Foundation untuk meraih studi S2 di Oxford. Dan seusai kuliah di Oxford, ia kembali mencoba untuk mendaftar S2 ke Universitas Harvard.
Dengan berbagai kendala yang ia temui, akhirnya ia pun berhasil kuliah di salah satu universitas ternama di Amerika Serikat tersebut. Tak cukup sampai di sana, ia pun kerap menemukan kendala saat masa kuliahnya termasuk masalah waktu. Ia rela mengubah jam kegiatannya demi menyesuaikan jadwal perkuliahannya.
Ia juga mengatakan beban saat berkuliah di Harvard cukup tinggi. Setiap minggunya mahasiswa diwajibkan untuk membaca 300-400 halaman.
Dari kisah Rifky dapat disimpulkan bahwa jika ingin menggapai mimpi berkuliah di kampus ternama dunia memang harus melewati jalan yang tidak mudah. Sehingga pada akhirnya ia berhasil mewujudkan mimpinya meskipun sempat mengalami kegagalan saat SMA.
Kini, ia mendapatkan surat penerimaan di program S3 Hukum di Universitas Oxford untuk meneliti lebih jauh tentang penerapan hukum persaingan usaha di era ekonomi digital dan dampak ekosistem digital terhadap persaingan. Jika tidak ada hambatan, rencananya ia akan memulai perkuliahannya pada September 2021.
Terakhir, ia juga berpesan kepada generasi muda untuk berani berani bermimpi dan jangan takut dalam menghadapi kegagalan. Karena dari kegagalan bisa belajar untuk menjadi yang lebih baik.