Sektor industri kerap disebut-sebut sebagai pengerek perekonomian nasional terutama dalam masa pemulihan pasca Covid-19. Namun siapa sangka, sektor manufaktur Indonesia yang menjadi jagoan selama ini dikabarkan mengalami gejala deindustrialisasi.
Industrialisasi adalah kebalikan dari industrialisasi. Dimana perekonomian berkmebang dari berbasi manufaktur ke berbasis jasa. Hal ini bisa terdeteksi ketika ada penurunan kontribusi sektor manufaktur alias industri pengolahan nonmigas terhadap PDB. Penurunan pun juga terjadi dari aspek output produksi dan tenaga kerja sehingga sektor kegiatan manufaktur mengalami penurunan nilai tambah.
Tercatat, kontribusi sektor industri manufaktur Indonesia ke Pendapatan Domestik Bruto (PDB) memang semakin menurun setiap tahunnya. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB pada 2021 sebesar 29,1%. Namun, hingga kuartal ketiga 2022, kontribusinya sebesar 18%. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pun meyakini ini sebagai gejala deindustrialisasi.
“Sektor industri manufaktur kita mengalami perlambatan sebelum waktunya, sebelum mencapai titik optimal nya,” ujar Ekonom Senior Indef, Faisal Basri, dalam acara Catatan Awal Tahun Indef 2023, Kamis (5/1).
Bahkan ternyata penurunan kinerja industri manufaktur Indonesia paling tajam dari beberapa negara lainnya. Pihak Indef pun mengatakan bisa aja Indonesia disalib oleh negara tetangga yaitu Vietnam.
Faktor- faktor yang bisa mengarahkan Indonesia ke deindustrialisasi disebut Faisal dikarenakan industri manufaktur Indonesia masih sangat minim diversifikasinya atau hanya bergantung pada segelintir sub sektor industri. Dua jenis industri andalan yakni industri makanan dan minuman kontribusinya sudah hampir 40%, dan industri kimia farmasi dan herbal itu menyumbang 50% dari total industri manufaktur non migas.
Berbeda dengan INDEF, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pun menepis isu bahwa sektor manufaktur menunjukkan gejala deindustrialisasi.
“Kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB pada triwulan ketiga tahun ini sebesar 16,10 persen. Ini membuktikan bahwa tidak ada proses deindustrialisasi di Indonesia,” katanya dalam jumpa pers akhir tahun 2022, Selasa (27/12/2022).
Nilai ekspor industri pada Januari-Oktober 2022 mencapai US$ 173,20 miliar atau berkontribusi 76,51% dari total nilai ekspor nasional. Selain itu PMI (Purchasing Manager Index) sektor manufaktur RI juga selalu berada di atas poin 50 sepanjang 2022. Industri manufaktur masih memberikan kontribusi yang signifikan dibandingkan sektor lainnya. Bahkan diprediksi pertumbuhan industri manufaktur antara 5,1%-5,4% pada tahun ini.
Deindustrialisasi senyatanya memiliki baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif diantaranya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, kesempatan kerja yang lebih beragam, berkurangnya aktivitas manufaktur yang merusak lingkungan. Namun dampak negatifnya juga perlu diwaspadai dari meningkatnya pengangguran struktural karena lapangan pekerjaan di manufaktur berkurang, adanya defisit transaksi berjalan hingga kesenjangan pendapatan di sektor jasa yang lebih tinggi.