Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan bahwa pada kondisi ini sejumlah smelter nikel di Tanah Air memutuskan untuk impor bijih nikel, Sob. Kok bisa? Yaps, hal ini dilakukan karena pasokan bahan baku nikel yang berkurang.
Rencananya nikel akan terus dilakukan hingga Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2024 rilis di tahun depan. Menurut Ketua Komite Tetap Minerba Kadin Indonesia, Arya Rizqi Darsono, saat ini kondisi di lapangan sedang terjadi kekurangan bijih nikel.
Berkaitan dengan itu, rencananya sejumlah perusahaan akan melakukan impor bijih nikel hingga kondisi pasokan di domestik tercukupi. Perusahaan-perusahaan tersebut akan tetap melakukan impor sampai RKAB 2024 dirilis tahun depan dengan harapan kondisi nikel sudah stabil.
Sementara berdasarkan penuturan Kementerian ESDM beberapa waktu lalu, pasokan bijih nikel untuk kebutuhan smelter masih bergantung pada tambang di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara sehingga mereka terpaksa harus impor dari Filipina.
Walaupun sedang terjadi kekurangan, Rizqi mengatakan, pemerintah berencana untuk tidak menambah kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2023. Salah satu yang menjadi faktor utamanya karena imbas kasus hukum yang menekan Blok Mandiodo yang sedang dalam penyelidikan oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
“Akibat short supply ini, ada beberapa smelter mengurangi kapasitas produksi bahkan ada yang berhenti produksi. Smelter-smelter yang melakukan impor sebagian besar bergantung supply-nya dari Blok Mandiodo,” ujar Rizqi, sebagaimana dikutip dari Kontan.co.id, pada Jumat (6/10/2023).
Melihat kondisi ini, Kadin Indonesia mengoptimalkan supaya Peraturan Menteri ESDM yang berkaitan dengan izin penugasan eksplorasi dapat segera diterbitkan. Dengan demikian, para pelaku usaha bisa terdorong untuk melakukan eksplorasi sumber daya alam dan cadangan mineral baru demi mendukung ketahanan nasional.
Pertimbangan Impor Nikel
Direktur Utama PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus turut berkomentar mengenai isu impor nikel. Secara umum impor bijih nikel merupakan hal lumrah yang dilakukan oleh negara-negara lain. Selain sebagai untuk pemenuhan smelter, hal ini berguna juga menjadi strategi untuk menjaga cadangan nikel dalam negeri.
Menurutnya ada dua pertimbangan mengapa perusahaan melakukan impor bahan baku nikel. Pertimbangan pertama, harga bijih nikel yang dijual di luar negeri lebih kompetitif. Sedangkan pertimbangan kedua, spesifikasi nikel untuk blending dibutuhkan smelter yang hanya tersedia di luar negeri.
“Untuk membuat Feronikel atau Nickel Pig Iron (NPI) ada rasio silicon magnesium harus di bawah 2. Namun, karena menambangnya banyak, jadi rasio silicon magnesium di atas 2. Biasanya akan diimpor bijih nikel yang sesuai kebutuhan untuk blending,” tuturnya.
Rekomendasi Menambang dari Negara Lain
Di sisi lain, Ketum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli merekomendasikan supaya perusahaan smelter di Indonesia banyak yang masuk ke negara lain untuk menambang nikel dan mengirimkannya ke Indonesia demi kelanjutan sektor industri logam.
“Regulasi-regulasi yang diperlukan harus segera diselesaikan agar dapat mendukung peningkatan sumber daya dan cadangan,” kata Rizal.