Sebagai salah satu ikon Kota Jakarta, pasti banyak yang penasaran bagaimana monumen nasional atau yang akrab disapa Monas ini terbangun. Sejarah pembangunan Monas dimulai kala Presiden Indonesia pertama yaitu Soekarno ingin memiliki monumen nasional setelah pusat pemerintah RI kembali ke Jakarta dari DI Yogyakarta.
Bahkan pada saat itu, Presiden Soekarno menginginkan Monas bisa setara dengan Menara Eiffel di Perancis. Hingga akhirnya, tempat yang dipilih menjadi lokasi monumen nasional adalah lapangan yang tepat di depan Istana Merdeka.
Sayembara hingga Request Bentuk Lingga dan Yoni
Pada 17 Agustus 1954, sebuah komite nasional dibentuk. Komite ini kemudian menyelenggarakan sayembara perencanaan dan perancangan monumen. Dari sayembara itulah, berhasil terkumpul 51 karya dari para seniman. Namun, hanya karya Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan.
Akhirnya dilakukan lagi sayembara kedua di tahun 1960 dan masuk 136 karya. Sayang sekali, dari 136 karya tak ada satupun yang memenuhi kriteria.
Rancangan Frederich Silaban pun ditunjukkan ke Presiden Soekarno oleh Ketua Dewan Juri saat itu. Namun sayangnya Presiden Soekarno masih kurang menyukai rancangan tersebut, sehingga bentuk monumen pun diubah menjadi lingga dan yoni.
Penolakan desain yang diajukan Silaban bukan karena tidak bagus, melainkan rancangannya dinilai spektakuler sehingga membutuhkan anggaran cukup besar.
Kolaborasi dengan Arsitek R.M Soedarsono dan Mulai Pembangunan
Silaban pun diminta bekolaborasi dengan arsitek R.M Soedarsono untuk membangun Tugu Peringatan Nasional dalam rancangan keduanya. Tugu atau monumen tersebut dibangun di lahan seluas 80 hektare mulai 17 Agustus 1961.
Dalam pengerjaannya, monumen ini dibangun secara bertahap hingga 15 tahun lamanya. Tahap pertama di tahun 1961 ditandai dengan memasak 360 pasak bumi untuk pondasi dan pembuatan dinding museum serta obelisk. Tahap kedua dilakukan pada 1966-1968 , dan tahap ketiga mulai 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada Museum Sejarah.
Akhirnya, Monumen Nasional (Monas) yang berdiri tegak terdiri atas 119,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi 17 meter dengan pelataran cawan dan dilapisi oleh marmer Italia ini secara resmi dibuka pada 12 Juli 1975.
Makna Desain Monas
Sebelumnya Soekarno meminta untuk membuat desain Monumen Nasional berbentuk lingga yoni. Ternyata itu ada falsafah hidup yang direnungkan dan dihayati oleh Presiden Soekarno. Desain tersebut didasarkan pada konsep pasangan universal yaitu Linga dan Yoni.
Tugu obelisk yang menjulang tinggi disebut lingga yang melambangkan laki-laki. Memiliki elemen maskulin yang bersifat aktif, positif serta suasana siang hari,
Sedangkan pelataran cawan landasan obelisk disebut yoni yang melambangkan perempuan. Memiliki elemen feminim yang bersifat pasif, negatif serta suasana malam hari. Lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan, kesatuan yang harmonis.
Namun bentuk Monas juga dapat dilihat sebagai sepasang alu dan lesung, alat penumbuk padi yang ada di setiap rumah tangga petani tradisional di Indonesia.
Mempelajari sejarah pembangunan Monas ini penting karena bertujuan untuk mengenang perjuangan bangsa Indonesia yang berhasil mewujudkan kemerdekaan di 17 Agustus 1945, sehingga inspirasi dan semangat patriotisme semua anak bangsa tetap terjaga.
Sumber:
Manalu, Mario P. & Solihin, Iwan, 2011, Mengenal MONAS Lebih Dekat, Jakarta, Lestari Kiranatama.