Berawal dari program Biro Advokasi Anak dari Institut Sosial Jakarta di tahun 1980-an yang mewadahi anak-anak di lingkungan perkampungan Kampung Melayu kecil dan Matraman, Sanggar Anak Akar saat ini tumbuh menjadi salah satu organisasi mandiri yang menghadirkan fasilitas pendidikan dan program pengembangan diri bagi anak-anak pinggiran dan anak-anak yang tinggal di permukiman yang tidak kondusif.
Dalam menjadikan Sanggar Anak Akar sebagai organisasi mandiri, para pendiri yakni Ibe Karyanto, Jupriyanto, Suryanto Musto, Debbi Maitimu dan Ivonne Therik banyak mengalami halangan.
Salah satunya adalah stigma negatif yang menempel erat pada anak-anak jalanan yang terjadi di awal 1990-an. Hal ini berpengaruh terhadap keberadaan sanggar, mereka harus menerima usiran dari warga tempat Sanggar Anak Akar menetap.
“Sangat gampang sekali jika ada warga yang mengompori satu sama lain. Kita selalu diusir setiap ngontrak rumah. Anak-anak sendiri kondisinya seperti itu, tidak mudah mengubah anak-anak ini, mengikuti norma sosial yang ada,” terang Karyanto seperti dikutip Koalisi Seni.
Usaha dan kerja keras para pendiri Sanggar Anak Akar, di tahun 2003 hingga 2016 akhirnya dapat membangun tempat bernaung seluas 720 m2. Memasuki tahun 2017, Sanggar Anak Akar harus kembali tergusur akibat pembangunan Tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu).
Kini Sanggar Anak Akar sendiri sudah pindah ke lokasi baru yang berada di Pangkalan Jati, Jakarta Timur. Di atas tanah seluas 1150 m2, kini anak-anak dan remaja yang berada di pinggiran kota Jakarta kembali mendapatkan wadah kreativitas baru.
Mengenai program Sanggar Anak Akar berpijak pada kurikulum pengembangan karya, cipta, karsa dan rasa di mana anak-anak pinggiran dari keluarga kurang mampu diberi kesempatan belajar bermain musik, teater, membuat media, membuat kerajinan tangan, dan memanfaatkan media audio visual menjadi sebuah bisnis.
Dengan memberikan pembelajaran tersebut, diharapkan Sanggar Anak Akar dapat menghasilkan anak-anak atau generasi muda yang produktif dalam berbagai bidang mulai dari seni musik, teater, film, dan menulis.
Beberapa karya anak-anak dari Sanggar Anak Akar juga pernah ditampilkan di berbagai festival seni di dalam negeri maupun luar negeri, seperti ansambel musik di Kongres Perempuan Asia Pasifik 2002 di Bangkok, teater ‘Nyanyian Rindu untuk Ibu’ di Graha Bhakti Budaya tahun 2005 di Jakarta, festival anak tahunan bertajuk “Festival Anak Akarnaval dimulai sejak 2010 dan lain-lain.
Saat ini, pengelola Sanggar Anak Seni masih membenahi berbagai sektor di tempat baru. Salah satunya bangunan sanggar belum representative dan kegiatan sekolah otonom belum bisa dijalankan. Akan tetapi, para pengurus Sanggar Anak Akar optimis dapat tetap memperbaiki nasib anak-anak pinggiran yang ada di sekitarnya.