Jika mendengar istilah arisan, pasti di benak kalian langsung ingat ibu-ibu yang ngumpul bareng untuk mengundi siapa yang bakalan dapat jatah arisan bulan ini. Iya, kan? Eits, hal tersebut nggak berlaku adanya di Sandur Bangkalan, Sob. Sebab, yang ikutan arisan di sini adalah bapak-bapak alias pria!
Dikutip dari buku Kesenian Sandur Dalam Hajatan Remoh Masyarakat Bangkalan Madura terbitan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta (2016), Sandur adalah seni pertunjukan tradisional yang menampilkan lagu-lagu berbahasa Madura. Nah, lagu-lagu tersebut diekspresikan dalam bentuk tarian spontan yang menciptakan suasana hangat. Namun pada implementasinya, tradisi ini adalah arisan komunitas Madura untuk menabung berantai, seperti yang dilakukan oleh ibu-ibu.
Sandur sendiri berasal dari Bangkalan, Madura sejak tahun 1940-an. Selain di Bangkalan, tradisi ini mulai menyebar hingga ke beberapa daerah seperti Surabaya, Jombang, Tuban, Pamekasan, Probolinggo, dan Jember.
Ada suatu keunikan dari tradisi ini yakni munculnya penyanyi cross dresser, tarian serba heboh, peserta Sandur yang mencapai 500-an, hingga perputaran uang puluhan hingga ratusan juta dalam semalam. Bagi warga Madura, tradisi ini sifatnya sakral, Sob.
Kelahiran Tradisi Sandur Bangkalan
Sandur Bangkalan mulanya merupakan bagian dari tradisi khas Madura yang merupakan penggabungan dari hiburan dan religi. Awalnya tradisi ini ditampilkan sebagai selingan saat orang-orang membaca kitab mengenai kisah dalam tembang macapat. Namun lambat laun, tradisi Sandur bergeser menjadi arisan, seperti yang dikenal saat ini.
Untuk bisa mengikuti tradisi ini, bapak-bapak harus bergabung dalam komunitas Bangkalan. Keanggotaan tersebut berlaku seumur hidup, Sob. Nah, dalam satu kali penyelenggaraan acara, tradisi ini bisa diikuti 500 orang hingga ribuan.
Namun, besaran peserta yang ikut tergantung dari ‘tuan rumah’ arisan tersebut. Semakin berpengaruh atau hits mereka di komunitas, banyak pula peserta yang bakalan hadir, Sob. Nantinya, tuan rumah bakal menghadirkan beragam tarian dari cross dresser (pria menggunakan pakaian penari perempuan), saweran, perputaran uang puluhan hingga ratusan juta, dan judi semalam suntuk.
Carok Jadi Ending Acara!
Jika arisan pada umumnya ditutup dengan kegiatan menggosip dan tertawa terbahak-bahak. Hal tersebut tidak berlaku bagi tradisi asal Bangkalan ini. Pada awal kemunculannya, tradisi ini sering berakhir dengan carok—adu bacok menggunakan celurit yang dilakukan pria Madura untuk menyelesaikan konflik. Jika ada konflik, bagi mereka carok adalah solusinya.
Namun tenang, Sob, aksi carok di Sandur Bangkalan yang paling sering terjadi karena adanya utang ini sudah berakhir pada era 2000-an. Nah, untuk menghindari utang dan salah sebut nominal, petugas pencatat yang biasanya merupakan sosok dihormati dalam komunitas Bangkalan akan mencatat informasi nominal uang yang sudah disetor oleh peserta. Selain itu, setiap peserta yang ikutan kudu memiliki buku catatan serupa. Tujuannya, sih, agar datanya sinkron antara catatan petugas dengan peserta.
Sandur Bangkalan Terdiri dari Beberapa Babak
Buka gim saja yang ada babaknya, tradisi ini juga memiliki tahapan yang berbeda-beda. Pertama ada gending-gending Madura tanpa lantutan tembang atau lirik selama menanti kedatangann para peserta selepas salat Isya.
Berlanjut ndung-endung yakni momen tarian serta nyanyian menjelang tengah malam. Seluruh rangkaian cara ini akan diakhiri dengan andongan alias tamu undangan atau anggota Sandu kana maju bergilir membayarkan utang sembari menari bersama cress dress.
Tradisi Ini Malah Menimbulkan Rugi
Selayaknya arisan, harusnya menguntungkan bagi anggotanya, dong. Namun sepertinya hal tersebut nggak berlaku bagi tradisi ini. Sebab, jika dikalkulasikan sebenarnya penyelenggara dan peserta merugi, Sob. Pasalnya, dalam sekali diadakan acara ini bisa meraup lebih dari Rp30 juta. Sedangkan dalam satu minggu, komunitas ini bisa mengadakan Sandur selama 4 kali.
Dikutip VICE Indonesia, R. Moh Hasan, seniman yang menggeluti Sandur, memaparkan kalau kesenian ini malah membuat kondisi keuangan sengsara. “Saya menyadari bahwa saya macet secara finansial jika dibandingkan dengan teman-teman seniman lain yang secara finansial jauh lebih makmur,” ungkapnya, dilansir VICE Indonesia.
Namun bagi warga Madura, Sandur Bangkalan bukanlah semata mencari untung layaknya arisan. Namun tujuan dari tradisi ini adalah silaturahmi dan menjadi wadah untuk bertemunya berbagai kelas sosial dari komunitas Bangkalan. Mengingat peserta Sandur Bangkalan berasal dari beragam profesi dan ekonomi. Mulai dari pengusaha, politikus, pejabat pemerintah, hingga jaringan organisasi grassroots, semuanya melebur di acara ini. Padahal dahulunya tradisi ini hanya bisa diikuti oleh mantan pembunuh atau jawara, loh, Sob.
“Ini sudah merupakan kebudayaan turun temurun, jadi ya saya harap generasi muda keturunan madura asli harus bangga dan meneruskan kebudayaan sandur,” tuturnya, dikutip VICE Indonesia.