Pada umumnya, pemakaman diselimuti oleh suasana duka dan dihadiri oleh sanak saudara dan rekan sejawat. Namun, tidak bagi Rambu Solo, ritual pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Toraja di Provinsi Sulawesi Selatan. Selain menjadi ritual turun temurun di Tana Toraja, upacara pemakaman tersebut rupanya menarik perhatian wisatawan domestik sekaligus internasional.
Masyarakat Toraja percaya, tanpa upacara adat tersebut maka arwah orang yang meninggal akan memberikan kemalangan bagi keluarga atau kerabat yang ditinggalkannya. Jika tidak diadakan upacara, orang yang meninggal hanya dianggap seperti orang sakit, karenanya masih harus dirawat dan diperlakukan seperti masih hidup dengan menyediakan makanan, minuman, sirih, dan sesajian lainnya. Umumnya, jenazah tersebut disimpan dalam tongkonan (rumah leluhur) dan dibalut kain kafan hingga pelaksanaan Rambu Solo tiba.
Yang cukup menarik perhatian wisatawan dari Rambu Solo adalah proses penyembelihan kurban. Bagi kalangan bangsawan yang mengadakan upacara, maka mereka memotong kerbau dengan jumlah 24-100 ekor sebagai kurban. Upacara pemotongan ini merupakan salah satu atraksi khas di Tana Toraja karena dilakukan dengan cara menebas leher kerbau dengan parang dalam sekali ayunan.
Selain itu, ada prosesi Pasilaga Tedong atau adu kerbau. Acara ini bertujuan untuk memberikan hiburan kepada keluarga yang berduka. Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Toraja Utara, puncak kegiatan Rambu Solo yang dapat didatangi wisatawan selalu dijadwalkan pada bulan Juli hingga Agustus.