Kekompakkan mereka dalam menyanyi dan menari tidak perlu diragukan lagi, keharmonisan suaranya membuat penonton yang mendengar merasakan kedamaian. Mereka dikenal sebagai kelompok paduan suara. Nama paduan suara ini umurnya sudah mencapai ratusan tahun, bahkan sudah muncul sebelum masyarakat mengenal agama, mereka adalah Raego, paduan suara tertua di negeri ini.
Selain Raego menjadi paduan suara tertua di Indonesia, Raego merupakan paduan suara tertua di dunia! Sebenarnya, darimana paduan suara ini berasal dan apa yang menjadi ciri khas dari Raego? Mari simak ulasannya berikut ini.
Nyanyian dan Tarian
Seperti pada umumnya, anggota paduan suara ini terdiri dari laki-laki dan perempuan. Dikutip dari indonesia.go.id, pasangan laki-laki dan perempuan dalam Raego bukan merupakan pasangan suami istri. Oleh karenanya, laki-laki yang menjadi pasangan perempuan dalam tarian diwajibkan menyediakan seserahan adat kepada suami atau keluarga dari pasangannya.
Tidak hanya bernyanyi, mereka juga melakukan tarian yang seirama dengan lantunan syairnya. Seluruh penari membentuk sebuah lingkaran dengan tangan saling merangkul membentuk simpul yang disimbolkan kebersamaan dalam menghadapi situasi apapun baik senang maupun duka.
Untuk perempuan akan dirangkul oleh tangan kiri laki-laki, sementara tangan kanan laki-laki memegang parang yang dililitkan ke pinggang sebelah kiri. Paduan suara Raego mengulang syair beberapa kali, meski syairnya sama, perbedaannya terletak pada melodi dan tempo tinggi.
Berbeda acara, berbeda pula syairnya. Dalam keadaan panen, syair yang dilantunkan mulai dari proses membuka ladang, menanam, menyiangi, sampai memanen. Apabila dalam acara berkabung maka syair berisikan siklus kehidupan manusia mulai dari lahir hingga bertemu dengan ajalnya. Pada acara berkabung ini pula diceritakan kebaikan dari orang yang sudah meninggal dunia.
Makna Raego
Telah dijelaskan saat paduan suara ini tampil, terdapat tarian merangkul dan simpul. Kedua hal tersebut merupakan simbol kebersamaan dalam situasi apapun, inilah makna yang terkandung dalam Raego. Tarian tersebut adalah milik masyarakat adat Suku Uma, Tobako, Ompa, Moma, dan Tabo yang menetap di wilayah dataran tinggi Kulawi dan Pipikoro, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Yusuf Radjamuda, seorang sutradara yang menggarap film Mountain Song mengaku bahwa Raego menjadi sumber inspirasinya dalam membuat film tersebut. Bahkan, film Mountain Song terpilih menjadi The Most Promising Project di Makassar SEAscreen Academy.