Belakangan ini, quiet quitting menjadi salah satu tren kerja yang sedang hangat diperbincangkan oleh netizen di media sosial. Quiet quitting adalah salah satu konsep kerja yang banyak diterapkan oleh generasi muda di tempat kerjanya. Kamu sendiri, sudah tahu tentang konsep ini nggak, Sobat?
Jadi, quiet quitting adalah istilah untuk metode bekerja yang sesuai dengan upah, tugas, tanggung jawab, dan tidak memberikan pekerjaan tambahan untuk perusahaan. Secara harfiah, quiet quitting artinya berhenti. Namun maksud berhenti di sini bukan berarti resign atau keluar dari pekerjaannya, melainkan karyawan ‘berhenti’ untuk bekerja ekstra dan melakukan sesuai porsi job desk masing-masing.
Karyawan hanya akan mengerjakan pekerjaan tersebut dengan seperlunya saja, sesuai dengan tanggung jawab, pekerjaan, gaji, dan jam kerja. Sederhananya, sih, seperti ketika kerjaan dan tanggung jawab di kantor sudah selesai, maka saatnya untuk pulang tanpa harus drama dan remeh-temeh.
Fenomena ini mulai muncul selama pandemi COVID-19. Selain mencuri hati, tren ini merupakan bentuk seruan dari penolakan gagasan terkait pekerjaan yang mengambil alih kehidupan seorang pekerja. Rata-rata pekerja yang menerapkan tren ini adalah generasi Z dan milenial. Apakah kamu salah satunya, Sobat?
Lalu, apa sebenarnya harapan dari munculnya fenomena ini? Yap, para pelaku tren ini harapannya dapat menerapkan work life balance atau keseimbangan hidup yang baik. Walau tak semua memaknai work life balance dengan positif, namun para ahli sumber daya dan pekerja menyebutkan kalau tren ini membawa dampak positif yang menyenangkan.
“Saya lebih suka orang mengatakan bahwa ini adalah ‘kehidupan yang rasional’ daripada quiet quitting,” kata Paula Allen, Pemimpin Riset Global di perusahaan layanan kesejahteraan LifeWorks.
Meskipun tren ini merupakan istilah baru, namun untuk konsepnya tidak, loh, Sobat! Kalau zaman dahulu, konsep ini diterapkan oleh perusahaan ketika karyawan mulai lelah dan berdampak pada pekerja yang minim produktivitas atau bahkan mengerjakan tugas seminimal mungkin tanpa meminta langsung.
Berbeda dengan zaman sekarang, adanya tren quiet quitting, pekerja seolah-olah ‘meminta’ secara langsung untuk pengurangan tugas dalam rangka menerapkan work life balance. Mereka tidak ingin mengalami kelelahan dalam pekerjaan atau overwork yang nantinya menyebabkan peningkatan stres.
Namun perlu diingat, nggak semua pekerja industri atau perusahaan bisa menerapkan konsep quiet quitting, ya. Sebab, ada perusahaan yang setiap harinya harus senantiasa memproduksi barang. Umumnya, perusahaan akan menerapkan sistem shifting agar karyawan bisa saling membantu dan istirahat kemudian.