Qomarul Lailiah merupakan perempuan pertama dari Indonesia yang menjadi wasit pada Olimpiade Tokyo 2020 pada cabang olahraga bulutangkis. Tak hanya itu, ia juga satu-satunya perempuan Indonesia yang bersertifikat sebagai wasit tingkat dunia dari Badminton World Federation (BWF).
Perempuan yang akrab disapa Lia ini bahkan tidak menyangka bisa menjadi wasit di ajang olimpiade internasional. Sebelum menjadi wasit, Lia merupakan seorang guru bahasa Inggris di SDN Sawunggaling I/382 Surabaya.
Perjalanan awal Lia menjadi wasit yakni saat dirinya diajak menjadi wasit oleh guru olahraga di tempat ia mengajar menjadi guru honorer di SD di belakang rumahnya. Tak disangka ternyata guru olahraga yang mengajaknya menjadi wasit ini juga berprofesi sebagai wasit tingkat provinsi di Jawa Timur.
Sang guru olahraga tersebut mengajak Lia untuk menjadi wasit dikarenakan kepandaiannya dalam berbahasa Inggris. Lia juga merupakan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa dan Sastra (STIBA) Satya Widya dengan Prodi Sastra Inggris pada tahun 2000.
Menurutnya, meskipun saat ini banyak wasit dengan ilmu perwasitannya, namun seringkali juga menjadi kendala karena komunikasi bahasa internasional masih terbatas ketika hendak naik tingkat menjadi wasit nasional.
Awalnya Qomarul Lailiah merasa tidak tertarik dengan wasit karena tidak menguasai dunia perwasitan, terlebih dalam bidang bulutangkis. Kala itu, Lia yang tidak mengerti dalam bidang wasit dalam bulutangkis diberikan sebuah buku tentang bulutangkis.
Hingga suatu hari ia pernah diajak sebagai hakim garis pada saat mengajar kursus bulutangkis. Dari sanalah perlahan ia mulai mengerti dengan dunia bulutangkis hingga jadi wasit provinsi.
Mulanya, Lia menjadi wasit di beberapa turnamen kecil hingga akhirnya ia mampu menjadi wasit di pertandingan besar. Di sisi lain, perjalanan karier Lia di bidang wasit pun sempat terhenti beberapa kali dikarenakan hamil dan melahirkan dua buah hatinya. Setelah sempat terhenti, ia pun langsung belajar dan menyiapkan mental sebelum memimpin di pertandingan.
Tak hanya itu, Lia juga telah lulus beberapa kali ujian dalam dunia perwasitan seperti pada tahun 2003 yang berhasil lulus dalam ujian nasional B sebagai wasit dan pada saat Indonesia Open, ia juga telah berhasil lulus dari ujian nasional A serta mendapat peringkat 3 besar. Berbeda dengan ujian yang sebelumnya, untuk ujian nasional A mewajibkan pesertanya untuk menguasai bahasa Inggris.
Karena berhasil meraih peringkat 3 besar, ia pun terpilih lagi menjadi wasit di tingkat Asia dan berhasil bertahan di tiga besar.
“Peringkat 3 besar itu diraih perempuan semua. Saat itu bertepatan dengan bulu tangkis Asia sedang mencari wasit wanita untuk gender equality, 30 persen petugas harus perempuan,” jelasnya.
Setelah mengikuti beberapa kali ujian, pada 2017 Lia mendapat sertifikasi wasit untuk tingkat dunia dari Badminton World Federation (BWF). Dan karena adanya kebijakan gender equality yang membuatnya terpilih menjadi wasit dalam olimpiade di tahun ini.
“Kaget juga sebetulnya dipanggil di olimpiade, karena baru 2017 lalu (tersertifikasi), seharusnya belum. Ternyata memenuhi gender equality. Bersyukur masih dipercaya di Asia, bahwa Indonesia masih dipercaya. Saya pikir itu rezeki, hehe,” ujar Lia.
Menjadi wasit berarti harus mampu memimpin jalannya pertandingan. Tak hanya itu, seorang wasit pun harus menangani beberapa pertanyaan yang ditanyakan oleh para pemain. Lia juga mengatakan, salah satu hal yang membuatnya terus belajar dan menguasai ilmu perwasitan bulutangkis bersumber dari antusias penonton dan para pemain.