Setelah beberapa hari lalu terjadi ‘kegaduhan’ antara masyarakat berbagai lapisan dengan Kominfo gegara kebijakan PSE Kominfo, jika ditelaah, rupanya ada prinsip yang diklaim bisa menjadi solusi alternatif. Namanya network neutrality atau netralitas internet. Sobat pernah dengar prinsip tersebut?
Prinsip ini lahir sebagai jaminan kalau konten di internet bisa diakses oleh semua orang. Kalau nggak ada netralitas internet, bakal memberi celah bagi internet service providers untuk melakukan diskriminasi terhadap konten-konten tersebut.
FYI, network neutrality dicetuskan pertama kali oleh Tim Wu, profesor hukum dari Columbia Law School. Melalui jurnalnya yang diterbitkan 2003 silam, Wu, memaparkan bahwa nggak boleh terjadi sebuah diskriminasi lalu lintas yang dilakukan oleh penyedia layanan broadband (pita lebar) terhadap penggunanya, apalagi yang nggak pantas dilakukan. Sebab, semua penggunanya tanpa terkecuali berhak mendapatkan pelayanan yang setara.
Dengan kata lain, netralitas internet adalah prinsip yang menentukan bahwa penyedia layanan internet (ISP) harus memberikan hak yang setara pada semua konsumen terkait konten legal, terlepas sumbernya dari mana, ya, Sobat.
Netralitas internet makin moncer ketika pemerintah Amerika Serikat melalui Federal Communications Commission (FCC) mencabut berbagai aturan yang berkaitan dengan prinsip network neutrality pada 14 Desember 2017 lalu. Apakah dari kejadian ini menimbulkan pro dan kontra? Jelas!
Para penentang netralitas internet menyatakan kalau ini adalah perihal keadilan, sebab sistem sebelumnya membatasi sensor dan memastikan kalau big tech ISP nggak bisa membatasi penyedia konten lainnya. Nah, sedangkan masyarakat yang mendukung netralitas internet berpendapat bahwa non aktifnya prinsip network neutrality akan berdampak pada pembatasan bisnis, menghambat investasi pada teknologi baru, dan aturan hukum soal netralitas internet yang sudah so last year alias ketinggalan zaman.
Tanpa netralitas internet, ISP bisa tahu celah untuk membatasi akses para pengguna internet. Contoh, seperti dengan sengaja memblokir atau memperlambat akses pengguna terhadap suatu konten. Menurut Jeffrey A. Hart, dalam jurnalnya yang bertajuk The Net Neutrality Debate in the United States (2011), prinsip netralitas internet ada untuk memastikan bahwa setiap individu dapat memiliki akses ke infrastruktur komunikasi yang vital. Selain itu, prinsip ini mencegah penyalahgunaan monopoli yang dilakukan oleh ISP.
Walau prinsip ini nampak menggiurkan untuk diadaptasi, namun tak bisa ‘ditelan’ mentah-mentah, Sobat. Mengingat prinsip ini lahir di Amerika yang memiliki kondisi sosial, ekonomi, dan kebijakan yang berbeda dengan Indonesia.
Terus, apa, dong, solusi dari kegaduhan perihal PSE Kominfo yang sedang heboh belakangan ini? Namanya juga hidup bernegara, mau nggak mau, pasti ada peraturan atau regulasi, Sobat. Tapi, alangkah baiknya regulasi tersebut dilakukan secara bijak. Hematnya, nih, baik pemerintah, masyarakat, pebisnis, hingga perusahaan digital harus melakukan dialog multipihak.
Dengan catatan, semua pihak tersebut harus memiliki iktikad baik untuk menyesuaikan diri dengan regulasi tersebut. Dan, tak ada niatan untuk membenturkan berbagai pihak, baik masyarakat, pemerintah, pebisnis, atau siapapun, deh! Sebab, semua manusia setara di mata Tuhan. Jadi, sudah sepantasnya ada diskusi, kan? Dengan begitu, apa yang ingin dicapai satu sama lain bakalan terwujud dengan adil dan bijak. Udah, deh, jangan kebanyakan overthinking, mari kita berdiskusi bersama. Menurut kamu bagaimana, Sobat?