Memasuki tahun yang baru, sejumlah industri mulai memproyeksikan targetnya pada tahun ini. Termasuk salah satunya industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Kementerian Perindustrian mengungkap bahwa proyeksi industri TPT di 2022 akan tumbuh 5 persen setelah sempat terpuruk karena pandemi dan pembatasan ketat.
Pertumbuhan industri TPT di tahun ini diungkap oleh Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian, Elis Masitoh. Di mana sektor ini terdapat peningkatan investasi dan ekspor. Tak hanya ekspor, permintaan dalam negeri juga sudah mula membaik berkat dimulainya lagi kegiatan sekolah tanpa muka, kegiatan perkantoran, pembukaan mal dan tempat wisata lainnya.
Kinerja industri TPT di kuartal terakhir 2021 diketahui mempunyai perbaikan dengan realisasi pertumbuhan 1,37 persen. Hal ini meningkat dari proyeksinya di awal 2021 yaitu sebesar 0,3 persen.
Kontraksi industri tekstil dan produk tekstil juga semakin membaik dari awal 2021 hingga kuartal III/ 2021, dengan berturut-turut menurun dari -4,54 persen di triwulan I/2021, -13,28 persen di triwulan II/2021, dan -3,34 persen di kuartal III/2021.
Pelaku Industri Juga Mulai Optimis
Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) memproyeksikan volume produksi industri tekstil di hulu akan tumbuh menjadi 1,9 juta ton pada tahun 2022.
“[Volume produksi] akan bisa balik lagi ke 2019, bahkan akan sedikit lebih tinggi, minimal 5 persen dari sebelum pandemi,” kata Redma Gita Wirawasta selaku Sekjen APSyFI.
Diketahui, volume produksi pada tahun 2019 sebesar 1,82 juta ton. Menurut Redmi, proyeksi pertumbuhan volume produksi dipengaruhi pasar domestik yang keadaannya sudah mulai kondusif serta pembatasan mobilitas masyarakat telah longgar dibandingkan dengan tahun lalu.
Industri Tekstil di 2022 Masih Punya Tantangan
Meski proyeksi industri TPT di 2022 disebut bisa tumbuh namun industri ini masih punya tantangan terutama di sisi ekspor.
Sekjen APSyFI menyebutkan bahwa industri tekstil bisa mensubstitusi bahan baku impor. Namun ia menilai bahwa bahan baku impor memperoleh fasilitas kemudahan dan hal ini tidak berlaku untuk produk dalam negeri yang memiliki pajak, mengganggu cash flow dan memperlambat produksi.
“Kalau pakai barang dari dalam negeri, tetap harus bayar dulu [pajaknya], meskipun ada restrukturisasi [dari pemerintah], tetapi akan agak lama, jadi mengganggu cash flow,” kata Redma, melansir dari Bisnis.com.
Ia melanjutkan, bahwa permintaan bahan baku lokal sedang tinggi karena negara sumber impor seperti China sempat tersendat produksi. Pun pasokan dari negara lain juga terhambat karena kelangkaan kontainer dan kapal induk.
Persoalan impor terutama impor garmen bisa dikurangi dengan kebijakan safeguard. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan telah setuju menambahkan beberapa negara lagi ke dalam daftar pengenaan safeguard. Kebijakan safeguard baru diteken pada akhir 2021 sehingga belum ada dampak signifikan.
Selain tantangan arus impor, industri TPT juga masih diberatkan oleh kenaikan biaya energi dengan wacana peningkatan tarif dasar listrik (TDL) oleh PLN.
Strategi Pelaku Industri TPT
Meksi mobilitas masyarakat perlahan mulai berjalan dan kegiatan di mal sudah bertahap dibuka, tetapi industri tekstil Indonesia yaitu perusahaan Trisula Textile mempunyai strategi mengantisipasi penurunan penjualan dengan memaksimalkan pemasaran secara digital seperti di platform dagang elektronik.
Selain itu perusahaan Trisula Textile juga menemukan peluang berjualan secara omnichannel dengan mal atau toko-toko yang sudah mulai beroperasi secara normal. Diharapkan dengan strategi ini, dapat meningkatkan performa penjualan terutama pada momentum lebaran 2022.