Siapa yang tidak mengetahui bahwa Indonesia kaya dengan keanekaragaman hayati bawah laut? Tak hanya keindahan terumbu karang, perairan Indonesia juga merupakan rumah bagi hewan yang dilindungi, termasuk hiu. Diketahui Indonesia merupakan rumah bagi 200 spesies hiu. Dari sekian banyak, hanya ada satu yang menjadi fokus perlindungan pemerintah Indonesia yaitu hiu paus.
Namun nahas, meski hewan-hewan tersebut dilindungi, masih ada saja yang menangkap dan menjualnya ilegal termasuk di salah atau pasar ikan terpenting di Tanah Air yaitu di pelabuhan Desa Tanjung Luar, Kab. Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan pantauan yang dilakukan majalah internasional yaitu Oceanographic Magazine, di pelabuhan Tanjung Luar kita bisa melihat para nelayan menyeret hiu, dari bentuk raksasa hingga bermata besar, ke tempat penjualan hiu.
Di pasar itulah pembeli dan nelayan bertemu untuk menawar daging hiu, tulang, kulit, hingga sirip. Biasanya, bagian dari hiu yang bisa diubah menjadi barang ekonomi ada kulit untuk tas atau dompet, bubuk tulang untuk dijadikan obat, daging hiu sebagai makanan laut dan sirip sebagai pajangan atau simbol status kekayaaan.
Sekilas ironis memang. Hewan yang dilindungi malah terbujur dengan kondisi tubuh yang terpisah-pisah. Namun ikan di laut adalah mata pencaharian dari nelayan dan upaya konservasi hewan laut di Indonesia juga belum maksimal.
Project Hiu: Solusi untuk Keseimbangan Upaya Konservasi dan Kehidupan Nelayan
Tentunya dibutuhkan adanya keseimbangan antara upaya konservasi dan juga bagaimana agar nelayan tidak kehilangan mata pencaharian dari laut. Hal inilah yang memprakarsai terbentuknya Project Hiu, sebuah proyek ekowisata yang tak hanya mengusahakan konservasi hiu paus yang dilindungi namun juga memberikan pendapatan alternatif kepada nelayan.
Bagaimana caranya? Project Hiu menjembatani antara nelayan dan wisatawan. Wisatawan bisa menyewa perahu nelayan untuk menjelajahi wilayah tersebut dan berenang bersama kehidupan laut, termasuk hiu yang masih hidup, bukan yang mati.
Project Hiu memang didirikan oleh Madison Stewart, seorang pembuat film dan aktivis asal Australia yang kala itu sedang berkunjung ke pelabuhan Tanjung Luar dan bahkan telah menjadi seorang tour guide dalam 2 tahun terakhir di sana.
Ia tertarik untuk mendokumentasikan perdagangan hiu, yang tentunya akan sulit mendapatkan izin karena warga lokal disana tak ingin divideokan yang akhirnya bisa membuat citra mereka bertambah buruk di mata dunia.
Namun Madison mempunyai cara lain yaitu mencoba berteman dengan para nelayan hiu. Akhirnya ia bertemu dengan seorang nelayan lokal bernama Odi Pratama dan dari sanalah Project Hiu digagas Madison bersama Odi.
Madison Stewart menjelaskan ke Oceanographic Magazine lebih lanjut tentang proyek ekowisata di lombok tersebut. Project Hiu mempekerjakan banyak nelayan hiu di daerah ini dan awalnya sempat mendapat penolakan dari masyarakat. Namun ketika Project Hiu juga membantu daerah dan sekolah-sekolah dengan edukasi, lama kelamaan mulai diterima masyarakat.
“Saya tidak pernah berharap bisa membantu banyak orang, tetapi ini adalah cara saya yang paling efektif untuk mempengaruhi perdagangan ini,” ujar Madison.
Dampak Project Hiu: Nelayan Dapat Mata Pencaharian Baru
Selain itu Project Hiu juga berupaya untuk memperluas jumlah nelayan hiu yang bekerja sama dengan mereka dalam waktu dekat, dengan harapan dapat berdampak pada komunitas yang lebih luas dan membantu lebih banyak orang, sekaligus melindungi lebih banyak hiu agar tidak dibunuh.
Dampak tersebut juga dirasakan Odi Pratama yang diajak Madison bekerja sama di Project Hiu ini. Odi mengatakan bahwa dirinya kini tak lagi mancing hiu paus.
“Saya telah berhenti memancing selama dua tahun sekarang, dan saya tidak melewatkannya. Saya membantu Madison, untuk membantu saya tetap bersama keluarga saya, dan itu membuat saya sangat bahagia.” kata Odi.
Dia lebih lanjut menceritakan bahwa dirinya kini bisa berganti job dari nelayan hiu paus. Karena telah banyak turis-turis yang menyewa kapalnya untuk melihat langsung hiu di perairan.
Namun tetap saja, upaya konservasi seperti ini saja tak cukup untuk menekan angka perdagangan bebas spesies hiu yang dilindungi. Di Indonesia, masih memperbolehkan perusahaan-perusahan untuk mengangkut spesies-spesies yang dilindungi termasuk lewat kegiatan ekspor yang dilakukan secara diam-diam.
Indonesia adalah salah satu pengekspor sirip hiu terbesar di dunia, mendorong industri bernilai miliaran dolar yang bertanggung jawab membunuh hingga 100 juta hiu setiap tahun. Saat ini, sekitar 36% dari lebih dari 1.200 spesies hiu dan pari diketahui terancam punah. Dan Project Hiu mempunyai misi penyelamatan hiu lebih dari 600 ekor per tahun.