Bagi warga Jabodetabek yang suka bepergian, pasti nggak asing dengan moda transportasi publik kereta rel listrik (KRL). Belakangan ini lagi ramai isu pro-kontra rencana impor KRL bekas dari Jepang untuk Indonesia yang mulai kekurangan rangkaian armada kereta.
FYI, Sob, rangkaian KRL yang sekarang berlalu lalang dibeli Indonesia dari Jepang. Hal ini sudah dilakukan sejak lampau. Bahkan, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) berencana melakukan pemesanan rangkaian hingga 16 buah pada tahun 2024 guna menggantikan 10 rangkaian set kereta (trainset) yang akan “pensiun” tahun ini.
Sepuluh rangkaian KRL yang masih berlalu lalang saat ini sudah berusia 45 tahun (30 tahun di Jepang dan 15 tahun di Indonesia) dan harus turun mesin. Saat ini PT KCI diketahui punya 106 trainset, dengan 10 di antaranya sudah dimakan usia.
Penolakan dari Kemenperin hingga Wakil Rakyat
Rencana ini ditentang sejumlah pihak. Pemerintah terutama Kementerian Perindustrian ingin PT. Kereta Commuter Indonesia memesan rangkaian buatan dalam negeri, yaitu dari PT. Industri Kereta Api (INKA).
“PT. INKA bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbang kereta api bekas dari Jepang. Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp1,3 triliun,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo, kepada Antara.
Senada dengan Kemenperin, Wakil Ketua Komisi VII Bambang Haryadi juga menyoroti bahwa Indonesia harusnya memakai produk PT INKA dan menyesuaikan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk penggunaan produk dalam negeri.
“Kita punya BUMN produsen kereta PT. INKA, bahkan beberapa negara sudah menggunakan produk mereka. LRT Jabodetabek saja buatan INKA, kok malah ngotot mau beli rongsokan dari Jepang,” ungkap Bambang dalam keterangan tertulis.
Namun yang menjadi masalah, PT. INKA baru menyanggupi penyediaan pesanan rangkaian KRL dari PT. KCI pada 2025. Itu pun dengan harga tinggi, yakni sekitar Rp18 miliar setiap satu unit. Sementara itu, jika PT. KCI mengimpor rangkaian KRL bekas milik Jepang hanya membutuhkan ongkos Rp800 juta per unit. Selain itu, kebutuhan rangkaian kereta baru untuk menggantikan rangkaian yang akan pensiun tahun ini bisa segera teratasi.
Wacana Impor Direstui Berbagai Pihak
Kendati pihak Kemenperin menolak usulan impor PT. KCI, sebagian pihak lain justru mendukung impor KRL bekas dari Jepang, yaitu Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan.
Orang nomor satu di Kementerian BUMN, Erick Thohir, adalah salah satu yang mendukung. Erick bahkan meminta kedua instansi, Kemenhub dan Kemenperin, bisa saling berkomunikasi dan bersinergi untuk kepentingan publik.
“Kita sedang menghadapi energi yang mahal. Kita sedang menghadapi pangan yang mahal. Kehidupan sehari-harinya kalau bisa jangan mahal, harus cari solusi,” kata Erick Thohir.
Kementerian Perhubungan, diwakili oleh juru bicaranya, Adita Irawati, menilai saat ini pengadaan KRL dengan cara mengimpor set kereta bekas milik Jepang bisa menjadi solusi bijak.
“Masa produksi sarana kereta KRL baru oleh PT. INKA membutuhkan waktu 2-3 tahun sejak sekarang. Sehingga menurut kami, sarana KRL bukan baru menjadi pilihan yang bijak sembari menunggu proses produksi dari PT. INKA selesai,” ujar Adita.
Jangan Sampai Penumpang KRL Terlantar
Nah, itu dia, Sob, deretan pro-kontra terhadap wacana impor rangkaian KRL bekas Jepang untuk KRL Jabodetabek. Semoga saja problem ini segera mendapatkan solusi terbaik. Karena jika tidak segera diadakan rangkaian kereta baru untuk menggantikan yang sudah tua, bisa-bisa banyak penumpang KRL Jabodetabek terlantar karena kekurangan armada.
Apalagi, berdasarkan data PT. KCI, jumlah penumpang KRL Jabodetabek pada 2022 sudah mencapai 215,05 juta orang, meski masih lebih kecil dari sebelum pandemi yakni 336,3 juta pada 2019. PT. KCI memperkirakan tahun ini 436 juta penumpang. Artinya, jumlah penumpang akan meningkat 523,6 juta orang pada 2040.
Jadi, kalau keretanya berkurang, pasti akan berpengaruh pada layanan yang nggak bisa mengangkut banyak penumpang. Bahkan diperkirakan jika PT. KCI nggak menyediakan kereta baru, bisa-bisa terjadi penumpukan hingga 200 ribu penumpang per hari.
Kan bisa malah menimbulkan masalah baru ya, Sob?