Program bisnis lestari dan startup hijau menjadi pembahasan yang menarik dalam gelaran B20 di Jawa Timur yang diselenggarakan 15 – 17 September 2022 lalu. Bagi Sobat SJ yang belum kenal dengan bisnis lestari atau startup hijau, kita spoiler dikit, ya. Jadi kedua hal itu merupakan sebuah prinsip dari perusahaan untuk menjadi company berbasis ‘hijau’ yang lebih ramah lingkungan gitu, deh.
Nah, program ekonomi hijau yang gencar digalakkan pemerintah ini diketahui berkiblat pada model bisnis berkelanjutan berbasis ESG (Environment, Social, Governance). Prinsip ESG sendiri telah populer di lima pasar utama Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Investasi berkelanjutan ini tentunya sangat mepertimbangkan lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan.
Ronald Walla, Ketua Bidang UMKM/Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), menyampaikan bahwa para pegiat UMKM dan pelaku usaha di seluruh sektor industri diharapkan dapat mempraktikkan model bisnis dan investasi yang berkesinambungan berbasis prinsip ESG. Perusahaan yang menjalankan konsep ESG akan lebih mudah mendapatkan investasi dan menjadi pertimbangan dasar bagi para investor dalam melakukan pengambilan keputusan untuk berinvestasi atau tidaknya dalam suatu perusahaan.
“Perusahaan yang mengimplementasikan konsep ESG ini dapat memberikan nilai tambah kepada para pemangku kepentingan, lingkungan, dan masyarakat melalui pemberdayaan komunitas,” ucap Ronald.
Dalam forum diskusi B20, disorot pula isu mengenai krisis iklim di mana salah satu solusinya adalah restorasi sumber daya alam. Herlina Hartanto, Executive Director Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menjelaskan bahwa salah satu stakeholder utama dari program restorasi ini adalah masyarakat desa, yaitu mereka yang dekat dengan hutan tropis, lahan gambut, dan sumber daya alam lainnya. Upaya yang kerap dilakukan adalah melalui pemberdayaan masyarakat dan ekonomi (SIDAK).
“Perlindungan, pemberdayaan, dan komersialisasi produk hutan, insentif dari warga desa adalah pemberdayaan secara ekonomi agar masyarakat sekitar mau menjaga alamnya. Di sini peranan rantai pasok yang baik sangat diandalkan untuk menjadi solusi bagi kesejahteraan warga dan konservasi alam,” tutur Herlina.
Dari sisi pendanaan, Atika Benedikta, Investment Director Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) menjelaskan ada pendanaan alternatif untuk bisnis yang memperhatikan masalah lingkungan. “Saat memutuskan memberikan dana, investor melihat sisi produk dan proses produksi. Apakah ada prinsip ramah lingkungan, konsep bisnis hijau, dan lain sebagainya. Investor atau perusahaan model ventura saat ini memiliki ketertarikan yang cukup tinggi kepada UMKM dan startup yang ramah lingkungan dan memiliki dampak sosial yang baik,” paparnya.
Di Indonesia sendiri, terdapat salah satu program kewirausahaan yang mengimplementasikan bisnis lestari. Namanya DSC alias Diplomat Succes Challenge, yang mana program tersebut mendorong pertumbuhan wirausahawan berusia 20-45 tahun.
Program yang diinisasi oleh Wismilak Foundation ini dimulai sejak tahun 2010 dan bertujuan untuk memperkokoh ekosistem wirausaha di Indonesia serta mendukung bisnis lestari seperti yang dibahas di forum B20 Jawa Timur.