Tahukah kamu, sektor peternakan ayam jadi industri yang memiliki pengaruh pada perubahan iklim, loh, Sob. Untuk itu, Yayasan Edu Farmers International kembali menggelar media gathering dengan topik “Praktik Bertani Pintar dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim terhadap Peternakan Ayam”.
Perlu diketahui, jurnal penelitian soal climate change di peternakan masih terbilang sangat jarang. Alhasil akibatnya masih banyak peternak kecil di Indonesia yang kurang memiliki awareness terhadap perubahan iklim bagi kelangsungan peternakan. Hal ini disebabkan karena kurangnya edukasi kepada peternak.
“Dari sisi edukasi pun sangat minimal. Kebanyakan dari mereka hanya mendengarkan informasi seputar perubahan iklim hanya dari tetangga, televisi, dan lain sebagainya,” ujar Head of Product Edufarmers, Ignatius Egan, pada Rabu (18/1).
Egan menambahkan, hal tersebut menjadi sebuah tantangan tersendiri. Sebab, hampir sebagian petani di Indonesia masih bersifat memikirkan profit oriented daripada sustainability oriented. Padahal baik secara ekonomi maupun sustainability bisa berjalan beriringan bagi peternak.
“Memang mau tidak mau harus ditanamkan dengan kepentingan-kepentingan ekonomi untuk perlahan-lahan membuka pola pikir peternak dari profit oriented menjadi sustainability oriented,” lanjutnya.
Pendapat tersebut pun disetujui oleh Diva Tanzil selaku Impact Finance Consultant Rabo Foundation. Menurutnya tingkat awareness di kalangan peternak masih terbilang kurang. Namun biasanya awareness peternak tergantung dampak produktivitasnya.
“Jadi kalau mereka melihat climate change mulai berimbas pada produktivitasnya, dan income-nya, maka dari sana awareness mereka akan lebih intens,” kata Diva.
Faktor Utama Pengaruh Peternakan pada Perubahan Iklim
Adapun faktor utama perubahan iklim yang paling berpengaruh dalam peternakan ayam adalah masalah pakan. Bahkan 30% peternak telur di Blitar, Jawa Timur harus gulung tikar karena harga pakan meningkat.
Sekadar informasi saja, Blitar merupakan sentra produksi ayam telur kecil-kecil. rata-rata 50% produksi telur se-Indonesia di produksi dari salah satu daerah di Jawa Timur.
Professor Nahrowi selaku Guru Besar FAPET IPB University mengatakan jika pakan menjadi faktor utamanya, seharusnya bisa meningkatkan pakan ternak lokal dengan mencoba menanam yang dibutuhkan oleh pakan ternak.
Ia juga mengatakan hal ini pun bisa diedukasi kepada para peternak lokal. Misal dengan memakai metode peternakan yang datang ke sumber pakan. Sebab kalau sebaliknya, maka harga unggas akan semakin mahal atau dengan peternakan yang menyebar hingga ke wilayah Timur Indonesia, khususnya seperti Papua.
Hal ini pun bukan tanpa sebab. Pasalnya di tanah Papua memiliki sumber pakan berupa jagung yang dapat diolah, dan punya tanah yang flat sehingga cocok untuk dikembangkan sebagai peternakan.
“Saya berharap bisa mengarah ke sana sehingga produksi bahan pakan kita semakin bagus dan permasalahan climate change tidak semakin besar,” harapnya.
Mitigasi Perubahan Iklim di Peternakan dengan Close House
Sementara itu, menurut Koordinator Bidang Unggas dan Aneka Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Iqbal Alim, untuk menanggulangi perubahan menggunakan sistem close house yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
“Caranya, dengan memanfaatkan peran stakeholder untuk membangun sentra-sentra ternak disitu, biasanya mulai dari pakannya. Nanti hasilnya diambil untuk diolah. Kemudian dimasukkan kembali. Jadi siklusnya sama,” ujar Iqbal.
Dengan menggunakan sistem close house bisa mengatur suhu pada peternakan ayam. Oleh karenanya hal ini juga bisa berpengaruh terhadap telur dan daging ayam.
Selain itu, Iqbal juga mengimbau kepada peternak agar manajemen kandang di peternakan lebih diperbaiki lagi. Apalagi mengingat dari Januari hingga Juli Indonesia diprediksi masih terus diguyur hujan. Belum lagi ditambah sistem perkandangan di Indonesia yang masih bersifat terbuka.
“Kalau musim basah biasanya mereka suka sakit. Makanya mengimbau kepada peternakan rakyat untuk hal tersebut,” tandasnya.