Ternyata karbon tak hanya menjadi polusi namun juga diperdagangkan. Lho, kok bisa? Ya, Sob, perdagangan karbon bukanlah istilah baru. Bahkan regulasi perdagangan karbon di Indonesia sudah termasuk dalam Peraturan Presiden No. 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Perdagangan karbon atau carbon trading adalah kegiatan jual beli sertifikat kepada negara yang berhasil mengurangi emisi karbon sebagai kegiatan mitigasi perubahan iklim. Jual beli sertifikat ini juga berarti jual beli emisi karbon sebagai komoditas.
Biasanya pembeli emisi karbon adalah negara maju dengan industri besar sedangkan penjualnya adalah negara berkembang dengan hutan luas sebagai penyerap karbondioksida. Emisi karbon yang bisa diperdagangkan adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrat oksida (N2O), hydrofluorocarbon (HFCs), perfluorocarbon (PFCs), dan sulfur heksa fluorida (SF6).
Potensi Perdagangan Karbon di Indonesia
Indonesia sendiri mempunyai potensi perdagangan karbon yang cukup menggiurkan yakni menembus US$565,9 miliar atau setara Rp8.000 triliun. Terlebih, Indonesia juga mempunyai hutan lindung yang terbesar di dunia, mangrove, dan juga gambut sebagai penyerap karbon dioksida.
Tentunya hal ini menjadi kesempatan besar bagi Indonesia yang tak hanya punya target non emisi karbon di tahun 2060 namun juga sebagai penambah pendapatan negara.
Saat ini, harga sertifikat emisi karbon sekitar US$28 per ton, naik US$10 dari tahun sebelumnya karena munculnya peraturan-peraturan terkait perdagangan karbon.
Potret Perdagangan Karbon di Indonesia Saat Ini
Hingga kini para pengusaha disebut masih menunggu aturan turunan dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK). Pasalnya untuk mengimplementasikan perdagangan karbon termasuk bursa karbon memerlukan aturan-aturan turunan tersebut.
Yap, perdagangan karbon dilakukan dengan mekanisme pasar karbon melalui bursa karbon dan/atau perdagangan langsung. Bursa karbon itu sendiri adalah suatu sistem yang mengatur mengenai pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon dan status kepemilikan unit karbon.
Sedangkan unit karbon adalah bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat atau persetujuan teknis yang dinyatakan dalam 1 ton karbondioksida yang tercatat dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPL).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo mengatakan pihaknya menunggu permen KLHK tentang NDC dan Nilai Ekonomi Karbon, “Mudah-mudahan bisa segera terbit,” katanya.
Saat ini berbagai pihak di pemerintah disebut sedang melakukan diskusi yaitu pihak otoritas jasa keuangan, bersama Self-Regulatory Organization (SRO), pihak kementerian lingkungan hidup dan Kehutanan, Kemenko Marves hingga Kementerian Keuangan. Nantinya pendaftaran seluruh perdagangan karbon (carbon trading) bakal ada di Sistem Registri Nasional (SRN) di srn.menlhk.go.id.