Melaut merupakan salah satu hal yang telah dilakukan sejak zaman nenek moyang di Indonesia. Khususnya para pelaut andal di daerah Sulawesi menguasai lautan Indonesia dengan menggunakan perahu bercadik sejak 1.000 tahun sebelum masehi. Salah satunya perahu sandeq yang saat ini masuk ke dalam warisan budaya.
Perahu merupakan salah satu moda transportasi tertua di dunia yang telah muncul sejak masa prasejarah. Pada awalnya perahu digunakan sebagai media penghubung secara fisik seperti media untuk mempermudah menyalurkan kebutuhan ekonomi antarpulau. Kini perahu juga digunakan sebagai media transportasi sebuah budaya dengan konsepsi kepercayaan.
Hal ini pun seperti konteks kehidupan masyarakat Mandar, suku yang menetap di pesisir Sulawesi Barat, terutama di Kabupaten Polewali Mandar. Para penduduk di sana menganggap perahu sandeq sebagai identitas diri dan ikon daerah, bukan hanya sekadar leppa-leppa (perahu).
Dinamakan sebagai perahu sandeq lantaran pada bagian kepala perahu atau paccong terdapat bentuk runcing. Karena adanya bagian tersebut alhasil dinamakan dengan sandeq. Perahu tersebut juga dianggap sebagai perahu tercepat yang berada di Teluk Mandar, Sulawesi.
Melansir dari Indonesia,go.id, Dosen Ilmu Komunikasi dari Universitas Al Asyariah Mandar, Ulya Sunani menuliskan dalam penelitiannya perahu sandeq merupakan jejak warisan dari suku Austronesia yang ditinggalkan sejak hampir 3.000 tahun yang lalu.
Menariknya, para pembuat perahu ini pun memiliki simbol tersendiri, yaitu pakem lopi sandeq na malolo yang berarti sandeq yang dibuat harus terlihat indah atau bagus. Sama dengan perahu pinisi, perahu sandeq juga bergerak dengan mengandalkan hembusan angin untuk menguasai lautan Indonesia.
Menurut Guru Besar Antropologi, Ohio University Gene Ammarell dalam buku Bugis Navigation (Navigasi Bugis) yang terbit tahun 1999, sandeq merupakan perahu bercadik yang memiliki bentuk ramping dengan panjang 12 meter dan lebar kurang dari 1 meter, serta kedalaman perahu yang berkisar 1,2 meter.
Jenis perahu yang digunakan untuk mencari ikan terdiri dari tiga tipe, yakni pertama, sandeq paroppo yang berfungsi untuk menangkap ikan tuna di roppo atau rumpon. Kedua, sandeq potangnga digunakan sebagai menangkap ikan terbang (Exocoetidae). Ketiga, bernama perahu sandeq pangoli yang digunakan untuk mengangkut barang dagangan dari pasar ke pasar yang letaknya di pesisir pantai.
Namun, ada juga perahu sandeq yang khusus untuk diperlombakan, seperti sandeq pappasiluba. Perahu sandeq mampu melaju hingga berkecepatan maksimal 20 knot atau 40 km/jam.
Seperti yang tercantum dalam laman situs Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, pada tahun 2011 perahu sandeq tercatat sebagai aset warisan budaya tak benda Indonesia.
Sayangnya, saat ini populasi perahu sandeq semakin berkurang. Lantaran jenis perahu warisan budaya ini semakin tergantikan dengan perahu bermesin yang terbuat dari bahan serat (fiber) yang lebih tahan lama. Padahal, perahu sandeq merupakan cerminan ketangguhan dan keberanian para pelaut andal dari suku Mandar dalam menguasai lautan.
Lantaran perahu yang telah dicao sebagai warisan budaya ini sudah semakin jarang dan hampir punah. Maka, keberadaan perahu sandeq harus dilestarikan. Dalam perahu tersebut mengandung unsur sejarah ataupun religi bagi masyarakat Mandar.