Sobat-Sobat yang belakangan sering nonton film atau serial cerita luar negeri produksi Hollywood, ada kabar agak memprihatinkan, nih. Kemajuan teknologi telah makin menggerus keberadaan jasa penulis naskah film Amerika Serikat (AS). Sekitar 11.500 penulis yang tergabung dalam Writers Guild of America (WGA) mogok kerja imbas penggunaan kecerdasan buatan oleh perusahaan film.
Sejak disuarakan dalam aksi unjuk rasa bulan Mei lalu, para penulis naskah bersama pemain film Hollywood belum mendapatkan titik terang nasib mereka. Hal ini lantaran perundingan asosiasi aktor, aktris film, dan penulis naskah dengan para produser menemui jalan buntu.
Akibatnya, total 160.000-an para penulis dan pelaku perfilman melalui Hollywood Screen Actors Guild–American Federation of Television and Radio Artists (SAG-AFTRA) menginginkan bayaran lebih adil. Selama ini, dalam durasi kerja yang panjang, mereka tak mendapatkan bayaran gaji yang setara.
Kondisi tuntutan kesejahteraan pekerja film AS mencuat sejak masifnya produksi film hiburan yang mengarah ke model penayangan aliran film lewat media daring (streaming). Sementara produser film memperoleh keuntungan dan jumlah produksi film yang meningkat, beban kerja tinggi malah membuat para pekerja sektor film makin tertekan.
Sayangnya, kesulitan para pekerja film, khususnya penulis naskah, diperparah dengan kemajuan teknologi yang mengancam keberadaan mereka. Sekira setahun belakangan isu penggunaan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan telah menjadi nyata karena diterapkan oleh perusahaan film.
Kemajuan Teknologi Membawa Disrupsi
Kemampuan manusia dalam menghasilkan naskah cerita makin terdesak oleh mesin AI yang sudah mampu menghasilkan naskah yang dapat dipakai dalam film. Dikutip dari Kompas.id, mesin AI selama ini bekerja dengan mengolah materi yang tersedia gratis di internet. Padahal bahan ide tulisan itu adalah hasil karya para manusia penulis naskah.
Salah seorang penulis naskah fiksi-penggemar (fan-fiction) AS, Kit Loffstadt, mengungkapkan, dia mulai menyadari karya-karya tulisannya selama ini digunakan secara bebas dan “tak bertanggung jawab” oleh mesin AI hingga akhirnya mesin AI mampu membuat naskah yang layak dijadikan film.
Loffstadt dan penulis naskah film lainnya lantas mengajukan usulan melalui WGA. Tiga isi tuntutan WGA adalah AI harus diatur dan dibatasi agar tidak dapat menulis atau menulis ulang materi sastra, AI tak boleh digunakan sebagai sumber materi, dan hasil karya penulis tak diperbolehkan digunakan untuk melatih mesin AI.
Penerapan mesin AI dalam aktivitas kehidupan manusia menunjukkan ancaman kian nyata bahwa disrupsi teknologi sedang terjadi. Beberapa wujudnya ialah ChatGPT yang dapat diperintahkan untuk menulis naskah film, puisi, dan karya lainnya. Dengan mempelajari pola dari jutaan naskah film dan materi sastra yang beredar luas di jagat maya, mesin AI kemudian bisa membuat karya sendiri.
Wah, mencemaskan ya, Sob! Kalau karya dan jasa manusia sudah mulai tergantikan mesin, tentu bisa menyisihkan tenaga pekerja manusia. Lalu, bagaimana nasib pekerja penulis cerita film Hollywood selanjutnya nanti ya?