Dengan transisi ke energi baru terbarukan (EBT), sejumlah sektor industri mulai menerapkan prinsip-prinsip industri hijau (green industry). Termasuk penerapan industri hijau di sektor petrokimia. Sektor yang menjadi tulang punggung industri kini juga diimbau menerapkan prinsip hijau oleh Kementerian Perindustrian.
Pasalnya, dengan penerapan prinsip hijau di sektor petrokimia dapat menghasilkan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya berkelanjutan. Hal ini juga sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
“Industri petrokimia memegang peranan penting untuk perkembangan industri dalam negeri, karena berbagai produk petrokimia diperlukan untuk produk-produk sektor hilir seperti furniture rumah tangga, pipa air, kabel listrik, kemasan makanan dan minuman, otomotif, peralatan medis, perlengkapan pertanian, alat perikanan dan lain sebagainya, ”ujar Suhat Miyarso selaku Ketua Umum Asosiasi Industri Plastik, Olefin dan Aromatik (Inaplas), Senin (21/6/2021).
Penerapan Industri Hijau di Sektor Petrokimia: Tantangan dan Cara
Yang menjadi tantangan di industri petrokimia adalah pengelolaan sampah plastik. Di hal ini, pelaku industri mengusung konsep circular economy, di mana setiap bahan plastik yang telah dipakai akan didaur ulang dan diproses kembali agar tetap berguna.
Selain itu, upaya penerapan industri hijau di sektor petrokimia adalah dengan menerapkan konsep zero waste. Dan juga di aspek lingkungan dan sosial pelaku industri menerapkan teknologi enclosed ground flare atau teknologi suar tanpa asap yang bisa membakar 220 ton hidrokarbon per jam.
Penerapan industri hijau di sektor petrokimia juga dapat dilakukan melalui tindakan hemat dan efisien dalam memakai sumber daya alam, air serta energi. Dan tak hanya itu, perlu juga adanya penggunaan energi alternatif, penerapan prinsip 4R (reduce, reuse recycle dan recovery), penggunaan teknologi rendah karbon, serta meminimalkan timbulnya limbah.
Selain itu bisa juga melalui peningkatan kapasitas produksi petrokimia dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor, membangun industri kimia yang kompetitif dengan memanfaatkan sumber daya migas dan optimalisasi lokasi zona industri, termasuk pembangunan lokasi produksi kimia yang lebih dekat dengan lokasi ekstraksi gas alam.
Penerapan prinsip industri hijau yang juga berwawasan lingkungan ini sesuai dengan peta jalan Making Indonesia 4.0 untuk untuk mendukung pasokan keberlanjutan di sektor industri.
Namun, menurut Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin mengatakan bahwa daur ulang sampah domestik memerlukan kesadaran kolektif di masyarakat serta infrastruktur pendukung pengelolaan sampah. Tantangan lainnya adalah tidak adanya insentif yang diberikan bagi industri yang telah menerapkan EPR (extended producer responsibility) dan industri daur ulang.