Pemerintah Indonesia dengan Norwegia baru saja jajaki kolaborasi untuk tangani perubahan iklim. Kemitraan tersebut terangkum dalam MoU Partnership in Support of Indonesia’s Efforts to Reduce Greenhouse Gas Emissions from Foresty and Other Land Use yang ditandatangani oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, dan Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia, Espen Barth Eide, di Jakarta 12 September 2022.
MoU ini memperkuat upaya Indonesia dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, poin lingkup kerja sama kedua negara tersebut tersaji berikut ini.
- Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dengan melindungi dan mengelola hutan dengan partisipasi masyarakat, termasuk masyarakat adat
- Peningkatan kapasitas untuk memperkuat penyerapan karbon hutan alam melalui pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi hutan dan perhutanan sosial, termasuk mangrove
- Konservasi keanekaragaman hayati
- Pengurangan emisi gas rumah kaca dari kebakaran dan kerusakan lahan gambut
- Penguatan penegakan hukum
- Komunikasi, konsultasi dan pertukaran pengetahuan pada lingkup internasional tentang kebijakan dan agenda iklim, kehutanan dan tata guna lahan
- Pertukaran informasi dan pengetahuan pada tingkat teknis
Menteri Siti memaparkan, MoU tersebut tak hanya sekadar kemitraan dan kesepakatan dua negara, namun mencakup keterlibatan yang lebih luas terkait isu perubahan iklim dan pengelolaan hutan di Indonesia.
“MoU tersebut menekankan pentingnya manfaat yang dapat diberikan secara nyata dan langsung pada masyarakat, serta bagi kemajuan Indonesia sesuai dengan tata kelola dengan mengedapankan prinsip transparansi, akuntabel, inklusif, serta partisipatif. Seperti yang tercermin dalam upaya Indonesia untuk terus memperkuat partisipasi masyarakat adat dalam pengelolaan hutan lestari, antara lain melalui penetapan UU Cipta Kerja sebagai dasar hukum,” ujar Menteri Siti.
Senada dengan Menteri Siti, Menteri Barth Eide memaparkan bahwa diriny terkesan dengan perjuangan Indonesia dalam mengendalikan perubahan iklim, khususnya perihal pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya/Forestry and Other Land Use (FoLU).
“Indonesia adalah pemimpin global dalam mengurangi deforestasi, yang memberikan mitigasi iklim yang signifikan secara global serta perlindungan keanekaragaman hayati”, ujar Menteri Barth Eide. Menurut Menteri Barth Eide, keberhasilan tersebut adalah buah hasil dari peraturan pemerintah kuat.
Lalu, skema apa saja yang akan dilakukan oleh dua negara tersebut yang berkaitan dengan perubahan iklim secara global? Nantinya, kedua negara akan melakukan upaya membangun pembibitan skala besar yang melibatkan kerja sama pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Contohnya adalah produksi dan distribusi bibit dengan mekanisme kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat yang bermanfaat untuk membangun kesadaran bersama dalam mengelola lingkungan dengan baik.
Kemudian, Indonesia berencana untuk membangun 30 unit pembibitan skala besar dengan kapasitas 10-12 juta bibit pohon per tahun. Saat itu, produksi bibit sedang berlangsung di Rumpin, Bogor, dan enam unit lainnya sedang dalam tahap penyelesain, seperti di Toba, Likupang, Labuan Bajo, Mentawir, Mandalika, dan Bali.
Dalam penandatanganan, hadir pula Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, yang juga berharap bahwa kerja sama kedua negara dalam perubahan iklim ini bisa menjadi awal baru setelah kerja sama REDD+ pada tahun 2010 yang tidak dapat dilanjutkan.
“Menteri Siti Nurbaya telah berbagi komitmen Indonesia dalam mencapai target NDC dalam Perjanjian Paris. Presiden Jokowi juga memiliki keterikatan pribadi pada isu iklim. Jadi dari pihak kami saya percaya komitmen itu ada, dan hari ini kami telah menunjukkan bahwa kami serius tentang hal ini,” tuturnya.