Peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-73 yang dirayakan di Stasiun Pemantau Atmosfer Global, Bukit Kototabang, Sumatra Barat pada Senin (20/3/2023), ternyata terdapat pesan penting nih, Sob dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai pemanasan global.
Yups, BMKG mengungkapkan beberapa efek nyata pemanasan global yang semakin sering terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia. Melalui situs resminya, BMKG menjelaskan memiliki data-data ilmiah yang valid.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, di mana pada 2016 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mencatat Indonesia telah mengalami tahun terpanas, dengan nilai anomali sebesar 0,8 0C dalam periode pengamatan 39 tahun (1981–2020).
Pada 2020 sendiri, Indonesia mengalami tahun terpanas kedua kalinya dengan nilai anomali sebesar 0,7 0C, dan angka tersebut berada di atas nilai anomali pada tahun 2019, yakni 0,6 0C.
Sedangkan secara global, suhu rata-rata terpanas yang dirilis oleh World Meteorological Organization (WMO) dalam State of the Climate 2022 menyebutkan bahwa tahun 2022 menempati tahun keenam tahun terpanas dunia.
“Kondisi terpanas itu dipicu oleh tren pemanasan global yang diamplifikasi oleh kejadian anomali iklim El Nino,” jelas catatan BMKG.
Dengan terjadinya kondisi terpanas Indonesia, bisa mengakibatkan lebih cepat mencairnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua. Diketahui, luasan salju abadi di Puncak Jaya Papua bisa mencapai 200 km persegi.
“Kini hanya menyisakan 2 km persegi atau tinggal 1 persen saja,” ujar Dwikorita pada situs resmi BMKG.
Akibat dari Pemanasan Global di Indonesia
Dari perubahan iklim tersebut, tentu saja bisa mempengaruhi kondisi alam di Indonesia. Kejadian-kejadian ekstrim dipastikan akan kerap terjadi, terutama kekeringan dan banjir.
Sebagai perbandingan, sebelum rentang waktu kejadian berkisar 50–100 tahun, kini rentangnya menjadi semakin pendek atau frekuensinya semakin sering terjadi dengan intensitas yang lebih tinggi atau durasi yang semakin panjang.
“Contoh nyata di Indonesia adalah kemunculan siklon tropis Seroja yang mengakibatkan bencana banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada April 2021 lalu,” tambah Dwikorita.
Sekadar informasi saja, fenomena siklon sangat jarang terjadi terbentuk di wilayah tropis seperti Indonesia. Namun, sejak 10 tahun terakhir kejadian siklon tropis semakin sering terjadi yang dapat mengakibatkan tanah longsor.
Selain itu, dampak perubahan iklim tidak hanya sebatas menghasilkan cuaca ekstrem dan salju yang mencair saja. Menurut Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dodo Gunawan, adanya perubahan iklim dapat mengakibatkan krisis air bersih atau meningkatnya wabah penyakit.
“Intensitas bencana alam akan semakin sering terjadi. Sedangkan bencana alam itu sendiri erat kaitannya dengan kemiskinan. Tidak sedikit rumah tangga yang jatuh ke lingkaran kemiskinan akibat bencana alam,” terang Dodo Gunawan.
Diharapkan masalah perubahan iklim bisa teratasi, sehingga keadaan alam kembali membaik dan bencana ekstrim di berbagai wilayah belahan dunia dapat berkurang.