Ada kabar baik untuk Sobat yang sedang merintis dunia Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), nih. Kabar baiknya yakni, bagi pelaku UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh).
Kabar baik untuk para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo dalam acara ‘Seserahan dan Update Reformasi Pajak Tahun 2023’ di Jakarta beberapa waktu lalu. Suryo Utomo aturan tersebut menjadi salah satu bagian dari reformasi pajak yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan efektivitas penerimaan pajak di masyarakat.
“Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP) dahulu hanya untuk orang pribadi saja, dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), digunakan juga untuk UMKM yang omzet sampai dengan Rp500 juta (maka) tidak kena pajak,” terang Suryo seperti dikutip berbagai media online di Indonesia.
Selain untuk meningkatkan efektivitas penerimaan pajak di masyarakat, keringanan ini menjadi upaya pemerintah untuk menstimulasi perekonomian melalui kontribusi UMKM. Tidak hanya itu saja, para pelaku usaha dengan omzet di bawah Rp500 juta pun diharapkan bisa mengalokasikan penghasilan tambahannya untuk memperkuat bisnis.
Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan pun terus memperbaiki proses pengumpulan data administrasi di masyarakat melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di berbagai wilayah.
Disediakan pula satu atau dua seksi pengawasan KPP Pratama yang dikerahkan ke lapangan untuk mengumpulkan data dan mengawasi wajib pajak di wilayah administrasi tersebut. Sedangkan untuk KPP Madya di Indonesia telah tersedia 38 unit, jumlah tersebut bertambah dari sebelumnya, yakni sebanyak 20 unit.
Di sisi lain, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Masyarakat Dwi Astuti menjelaskan Dirjen Pajak memastikan pemeriksaan pajak tidak akan didasarkan pada alasan subyektif. DJP juga akan selalu bersikap professional dalam melakukan edukasi, pengawasan, dan pemeriksaan serta menjunjung tinggi integritas berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Lalu apa saja tugas DJP dalam melakukan pemeriksaan?
Ada dua hal utama DJP dalam melakukan pemeriksaan. Pertama, Wajib Pajak (WP) mengajukan permohonan pengembalian pajak (restitusi). Kedua, pengujian kepatuhan Wajib Pajak menggunakan analisis risiko berdasarkan data pihak ketiga yang diterima oleh DJP (Compliance Risk Management/CRM).
CRM sendiri merupakan suatu proses pengelolaan risiko kepatuhan Wajib Pajak yang dilakukan secara terstruktur, metodis, dan objektif untuk memetakan profil Wajib Pajak berbasis risiko kepatuhan.
Ada beberapa tahapan dalam CRM, meliputi kegiatan persiapan, penetapan konteks, analisis risiko, strategi mitigasi risiko dengan menentukan pilihan perlakuan (treatment), serta pengawasan dan evaluasi atas risiko kepatuhan.
Dengan begitu, pemeriksaan pajak yang dilakukan DJP tidak didasarkan pada alasan subyektif tertentu.